Pandeminomics

Photo Author
- Sabtu, 9 Mei 2020 | 09:41 WIB
Peti kemas, ilustrasi Photo by chuttersnap on Unsplash
Peti kemas, ilustrasi Photo by chuttersnap on Unsplash

Dr Y Sri Susilo

Penulis adalah Dosen Fakultas Bisnis dan Ekonomika UAJY (Atma Jogja), Sekretaris ISEI Cabang Yogyakarta, dan Pengurus Pusat ISEI)

PANDEMI Covid-19 telah berdampak nyata terhadap perekonomian Indonesia. Menurut BPS (2020), selama triwulan I-2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sebesar 2,97% (y-on-y). Kondisi tersebut berarti melambat dibanding capaian triwulan I-2019 yang sebesar 5,07%. Perekonomian DIY triwulan I-2020 mengalami kontraksi sebesar 0,17% (y-on-y) dan berlawanan arah dibanding pertumbuhan periode yang sama di 2019 sebesar 7,51% (BPS DIY, 2020).

Tulisan ini membahas dampak pandemi Covid-19 dari sudut pandang ekonomika (economics) kemudian disebut pandeminomics (ekonomika pandemi). Pembahasan khususnya dari aspek pasar, baik pasar barang, pasar jasa, pasar tenaga kerja dan pasar keuangan. Pada dasarnya belajar ekonomika adalah belajar mengenai pasar.

Pertama, pasar barang (sektor riil) misalnya industri manufaktur. Pandemi Covid-19 menyebabkan dampak negatif baik dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan, sejumlah industri manufaktur mengalami penundaan atau bahkan pembatalan pesanan produk. Di samping itu, permintaan juga merosot tajam.

Dari sisi penawaran, sejumlah produsen juga terkendala bahan baku khususnya bahan baku impor. Kondisi tersebut terjadi karena sebagian bahan baku tersebut diimpor dari China atau negara lain yang sedang ditutup, baik sektor industri maupun jalur transportasinya. Kedua, pasar jasa misalnya sektor/industri pariwisata.

Sektor ini terdampak paling awal. Dari sisi permintaan, kedatangan wisatawan mancanegara menurun drastis dan bahkan hampir nihil. Pasalnya, akses ke luar dari negara mereka ditutup. Di samping itu, akses mereka untuk masuk ke Indonesia juga ditutup. Dari sisi penawaran, tempat atau tujuan wisata di Indonesia ditutup sementara sehingga aktivitas wisatawan domestik merosot tajam. Kondisi ini berdampak negatif dan signifikan terhadap bisnis hotel dan restoran, transportasi wisata, biro perjalanan/pariwisata, pengelola lokasi wisata, pramuwisata dan sebagainya.

Contohnya, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mencatat sudah ada 2.000 hotel tutup hingga awal Mei 2020. Padahal hingga 13 April 2020 baru ada 1.642 hotel ditutup, yang tersebar di 31 provinsi. Ketiga, pasar tenaga kerja. Kondisi pasar ini sangat dipengaruhi kinerja pasar barang dan pasar jasa. Dari sisi permintaan, sejumlah perusahaan (sektor riil dan jasa) terpaksa merumahkan sementara pekerjanya dan bahkan menjalankan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kondisi tersebut menjadikan sisi penawaran terjadi kelebihan pasokan sehingga pengangguran meningkat. Berdasarkan data Kemenaker per 20 April 2020, terdapat 2.084.593 pekerja dari 116.370 perusahaan dirumahkan dan kena PHK akibat terimbas pandemi Covid-19. Keempat, pasar keuangan.

Pandemi Covid-19 melanda hampir seluruh dunia. Kondisi tersebut menjadikan investor dan pemilik modal di pasar keuangan global panik dan menjual aset-aset keuangan mereka seperti saham, obligasi, hingga emas ke dalam bentuk uang tunai (dolar AS). Para pemilik dana global menjual aset-aset keuangan mereka, tidak memandang bulu dari mana negaranya dan tingkat berapa imbal hasil ataupun ratingnya. Investor global ingin menukarkan asetnya dalam bentuk tunai, terutama dolar AS.

Hal tersebut menjadikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami depresiasi. Rupiah (IDR) terdepresiasi terhadap dolar AS. Nilai tukar rupiah hampir mendekati Rp 17.000,00 per dolar AS, meskipun terakhir menguat sedikit di atas Rp 15.000,00 per dolar AS. Bagaimanakah solusi untuk pasar yang sedang terdampak pandemi Covid19? Dapat dilakukan dengan kebijakan counter-cyclical dalam bentuk pelonggaran moneter (quantitative easing) dan stimulus fiskal.

Pemerintah Indonesia didukung Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa keuangan (OJK) telah menerapkan kebijakan stimulus fiskal dan non-fiskal, pelonggaran moneter, relaksasi perbankan, dan jaring pengaman sosial (JPS). Agar sisi permintaan dan sisi penawaran dapat bergerak lagi menuju ke arah pemulihan atau keseimbangan baru.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: agung

Tags

Rekomendasi

Terkini

Mudik Virtual

Jumat, 22 Mei 2020 | 11:56 WIB

Pasar Rakyat

Senin, 18 Mei 2020 | 01:52 WIB

Digitalisasi Buku

Sabtu, 16 Mei 2020 | 05:12 WIB

Akhir Pandemi

Jumat, 15 Mei 2020 | 04:44 WIB

Kerja Sama

Kamis, 14 Mei 2020 | 08:24 WIB

BST dan Pandemi

Rabu, 13 Mei 2020 | 02:30 WIB

Era New Normal

Selasa, 12 Mei 2020 | 09:56 WIB

Daya Tahan PTS

Senin, 11 Mei 2020 | 08:20 WIB

Pandeminomics

Sabtu, 9 Mei 2020 | 09:41 WIB

Ruang Sosial

Jumat, 8 Mei 2020 | 07:28 WIB

Didi Adalah Kita

Rabu, 6 Mei 2020 | 06:00 WIB

Kembalinya Pendidikan Keluarga

Selasa, 5 Mei 2020 | 07:24 WIB

Disrupsi Pangan

Senin, 4 Mei 2020 | 05:24 WIB

Belajar dari Covid-19

Sabtu, 2 Mei 2020 | 09:25 WIB

Menyelamatkan UMKM

Kamis, 30 April 2020 | 02:12 WIB

'Virus Sosial'

Rabu, 29 April 2020 | 08:00 WIB

Kampung Istimewa

Selasa, 28 April 2020 | 01:27 WIB

Sanksi PSBB

Senin, 27 April 2020 | 06:45 WIB

'Password Stuffing'

Sabtu, 25 April 2020 | 11:07 WIB

THR Bagi PNS

Jumat, 24 April 2020 | 05:47 WIB
X