'Virus Sosial'

Photo Author
- Rabu, 29 April 2020 | 08:00 WIB
Covid-19 memunculkan 'virus sosial' (Foto : Dok Krjogja.com)
Covid-19 memunculkan 'virus sosial' (Foto : Dok Krjogja.com)

Saratri Wilonoyudho

Penulis adalah Guru Besar dan Anggota Dewan Riset Daerah Jawa Tengah

BENCANA Covid-19 dipastikan akan melumpuhkan perekonomian rakyat, dan ujungnya meningkatkan jumlah masyarakat miskin baru. Berapa juta pedagang sektor informal yang kehilangan kesempatan berusaha. Selain karena bahan baku untuk berdagang terbatas, gerak langkah mereka juga dibatasi. Di kalangan menengah atas, sektor pariwisata juga lumpuh karena aturan physical distancing. Selain itu pemasok bahan pangan dan peralatan ikut kena imbasnya. Dalam rapat di Bappeda Jateng (2/4/2020) sektor pariwisata mengeluhkan mengalami stagnasi dengan mata rantai yang panjang karena melibatkan sektor lain.

Mulai hotel, restoran, transportasi, UKM, biro perjalanan, agen travel, MICE dan EO. Di Jateng ada 291 hotel berbintang dengan kira-kira @ 140 an karyawan, 1 juta hotel non bintang @50 an tenaga kerja, 700-an home stay @ 10 an karyawan. Belum lagi 211 Biro travel @ 10 an tenaga kerja, ratusan agen wisata, ribuan pemandu wisata.

Selama pandemi tercatat sekitar 6 ribu karyawan hotel PHK, sekitar 98% DTW tutup (kerugian 20-an miliar rupiah), sekitar 1.100 pemandu wisata menganggur. Organda melaporkan ada 3.000 an bus wisata yang berhenti beroperasi. Inilah virus sosial yang harus diatasi pasca covid-19. Dengan kata lain, penanggulangan covid-19 juga harus diintegrasikan dengan strategi penanggulangan kemiskinan.

Perlu disusun sebuah peta atau matriks yang komprehensif dan detil, misalnya faktor-faktor apa saja yang berkontribusi terhadap kerentanan (jenis pekerjaan, lokasi rumah, akses terhadap kredit dan jaring pengaman sosial, dsb). Kerentanan itu tidak sama antaretnis, antargeografis,antarkelompok sosial, dst. Strategi-strategi tersebut barangkali membutuhkan waktu lama, terutama usaha pemulihan. Karena adanya kehilangan kesempatan kerja serta kemungkinan penjualan aset untuk memenuhi kebutuhan hidup selama íkarantinaí atau sulitnya akses ekonomi.

Pengarusutamaan pengurangan risiko wabah seperti covid-19 ini di masa mendatang harus menjadi unsur pokok dalam perencanaan pembangunan. Keluarga miskin harus menjadi prioritas selama dan pasca bencana guna pemulihan penghidupannya. Jaring pengaman sosial tersebut mampu menyediakan pangan dasar, membantu mengalihkan upaya-upaya dan strategi-strategi untuk pertahanan hidup seperti untuk mencegah penjualan aset-aset produktif guna bertahan hidup.

Perlu pula peta jumlah dan sebaran ketersediaan supply bahan kebutuhan pokok masyarakat untuk 3 bulan: beras, daging, telur, minyak goreng, tepung terigu, kacang kedelai dan lainnya. Perlu disusun kebijakan atau program baik makroekonomi, struktural dan sosial, untuk mengurangi kemiskinan dan mendorong pertumbuhan yang memihak si miskin.

Misalnya mengawal distribusi berbagai bentuk Bansos agar tepat sasaran, menciptakan kesempatan kerja berbayar cash melalui sistem kerja padat karya untuk proyek-proyek fisik (dalam APBN/ APBD 2020), mengarahkan Dana Desa untuk kegiatan-kegiatan yang menciptakan kesempatan kerja (tambahan penghasilan dalam bentuk cash) di desa. Untuk sektor informal dan UMKM perlu upaya-upaya seperti : keringanan cicilan utang, keringanan restribusi pasar, keringanan pajak, pengaduan keluhan secara online lewat asosiasi.

Juga pengalihan dana desa dan kartu pra kerja untuk mereka, penciptaan aplikasi daring khusus untuk mempertemukan user-produsen-konsumen, terutama pasar rakyat. Selama dan setelah pandemi perlu dipikirkan stimulus bagi pelaku UKM dan terutama UMKM dengan data yang valid by name by address agar mudah mengalokasikan stimulus dsb, subsidi bahan baku.

Belajar dari pandemi ini, perlu memperkuat kelembagaan dengan memasukkan manajemen risiko bencana/pandemi seperti ini ke dalam targettarget jangka pendek dan jangka panjang untuk kaum yang rentan miskin. Karena runtuhnya mekanisme bertahan hidup tradisional, rentan pada ketergantungan pada pendapatan dalam bentuk uang, daripada produksi dalam bentuk barang. Dan rentan untuk berpindah ke daerah lain yang justru lebih memperburuk situasi. (Artikel ini dimuat di kolom Analisis KR, Rabu 29 April 2020)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: agung

Tags

Rekomendasi

Terkini

Mudik Virtual

Jumat, 22 Mei 2020 | 11:56 WIB

Pasar Rakyat

Senin, 18 Mei 2020 | 01:52 WIB

Digitalisasi Buku

Sabtu, 16 Mei 2020 | 05:12 WIB

Akhir Pandemi

Jumat, 15 Mei 2020 | 04:44 WIB

Kerja Sama

Kamis, 14 Mei 2020 | 08:24 WIB

BST dan Pandemi

Rabu, 13 Mei 2020 | 02:30 WIB

Era New Normal

Selasa, 12 Mei 2020 | 09:56 WIB

Daya Tahan PTS

Senin, 11 Mei 2020 | 08:20 WIB

Pandeminomics

Sabtu, 9 Mei 2020 | 09:41 WIB

Ruang Sosial

Jumat, 8 Mei 2020 | 07:28 WIB

Didi Adalah Kita

Rabu, 6 Mei 2020 | 06:00 WIB

Kembalinya Pendidikan Keluarga

Selasa, 5 Mei 2020 | 07:24 WIB

Disrupsi Pangan

Senin, 4 Mei 2020 | 05:24 WIB

Belajar dari Covid-19

Sabtu, 2 Mei 2020 | 09:25 WIB

Menyelamatkan UMKM

Kamis, 30 April 2020 | 02:12 WIB

'Virus Sosial'

Rabu, 29 April 2020 | 08:00 WIB

Kampung Istimewa

Selasa, 28 April 2020 | 01:27 WIB

Sanksi PSBB

Senin, 27 April 2020 | 06:45 WIB

'Password Stuffing'

Sabtu, 25 April 2020 | 11:07 WIB

THR Bagi PNS

Jumat, 24 April 2020 | 05:47 WIB
X