JAGAD bisnis, berikut kepemimpinan di dalamnya, sedang berubah menuju ekonomi kolaborasi dan sinergi. Managed capitalism bergeser menjadi entrepreneurial capitalism. Munculnya manusia kreatif generasi milenial menghancurkan warisan merekmerek mapan. Ekonomi kepemilikan satu tangan rontok digerus ekonomi gotong-royong. Peradaban generasi milenial berbasis teknologi informasi. Digerakkan internet gelombang ketiga yang mengecil dalam bentuk smatphone.
Fenomena ‘dunia yang dilipat’ dalam satu genggaman gawai terjadi sejak Bill Gates (Microsoft) mempelopori operating system, Mark Zuckerberg (Face Book dan WhatsApp) menciptakan social network. Kemudian Larry Page (Google dan Android) memperkenalkan search engine, Steve Jobs (Apple) memperkenalkan apps— -aplikasi bisnis yang mempertemukan pembaharu dengan pasar.
Pada masa lampau bila Anda mau berbisnis harus memilikinya sendiri. Para pengusaha taksi, misalnya, harus mengurus dan memiliki perizinan, argometer, mobil, pool, bengkel, pusat pelatihan, asuransi, hingga sopir. Dalam ‘ekonomi memiliki’ manusia serba ingin menguasai sebanyak-banyaknya. More is better. Begitulah dalil ekonomi klasik. Lebih banyak itu lebih baik. Ketimpangan itulah yang menggerakkan generasi milenial beralih ke ‘ekonomi berbagi’. Semangat manusia manusia bukan memiliki melainkan saling menghidupi. Semangat ekonomi gotong-royong yang telah lama diidam-idamkan mendiang Proklamator RI, Bung Hatta.
Bagi para pelaku usaha pada era bisnis aplikasi, sharing is the new buying. Daya beli baru ditumbuhkan melalui semangat berbagi. Manusia zaman mileneal hidup pada era aset-aset konsumtif digunakan bersama. Tak ada keharusan memiliki aset sendiri untuk memulai usaha transportasi. Begitulah Gojek, Uber dan Grab. Mata rantai usaha dimiliki banyak orang bukan lagi milik perorangan atau lembaga.
Teknologi pada masa lalu tidak memungkinkan kesegaran. Semua harus antre, sabar, dan rela menunggu. Sekarang Anda bisa mendapatkannya begitu menginginkan pada saat itu juga. Saat konsumen menghendaki, produk dan jasa layanan langsung berada di dekat Anda. Jarak sudah tak berlaku lagi. Teknologi komunikasi dan informasi serta algoritma big data memungkinkan Anda melakukannya.
Bagaimana dampak peradaban milenial bagi dunia pendidikan? Lebih spesifik lagi, bagaimana tantangan yang dihadapi guru zaman now? Guru tidak boleh lagi membenamkan diri dalam belukar kertas administrasi yang sesungguhnya bukan solusi bagi dinamika murid zaman paperless. Jangan mempecundangi murid zaman now dengan pengajaran zaman old. Generasi milenial cenderung multitasking alias asyik-sibuk-sendiri.
Guru harus berubah. Dinamika murid peradaban milenial tidak lagi bisa ditopang peradaban analog. Tomorrow is today. Guru harus bisa menghadirkan masa depan bagi para murid pada masa kini. Anda tidak bisa membereskan persoalan kekinian dengan cara-cara kemarin. Guru jangan terbelenggu mentalitas yesterday logic.
Murid zaman milenial (Gen Y) sejak belia diasuh dalam peradaban komputer, internet, dan kecerdasan artifisial. Generasi dengan batas antara bermain dan belajar nyaris tidak bisa dibedakan lagi. Mereka selalu terhubung dengan media sosial. Tak heran bila dengan mudah dan cepat beradaptasi dengan perubahan. Lebih suka berkolaborasi ketimbang berkompetisi. Bekerja sebagai tim ketimbang individual. Sangat mementingkan kualitas hasil kerja. Tidak asal-asalan alias yang penting pekerjaan selesai.