UNDANG-UNDANG Keistimewaan (UUK) DIY lahir di zaman digital. Adapun perjalanan Keistimewaan Yogya sudah melintas segala zaman. Dari sebelum era generasi baby boomers sampai era generasi native digital sekarang ini. Dari jaman dulu (‘jadul’) sampai ‘zaman now’. Sekarang dan ke depan, digitalisasi menjadi urgen supaya ‘nyambung’ dengan generasi muda yang akan melanjutkan perjuangan Keistimewaan itu.
Sejarah Keistimewaan Yogya tak lepas dari peran media. Sri Sultan HB IX misalnya, mendapat ide kreatif untuk melancarkan Serangan Oemoem (SO) 1 Maret 1949 setelah menyimak siaran berita radio luar negeri. Harian Kedaulatan Rakyat ini juga menjadi media pengawal perjuangan Yogya sejak zaman perang kemerdekaan. Namun hari ini dan esok, peran media digital menjadi kebutuhan tak terelakkan.
Diam-diam Yogya dipandang dunia sebagai masyarakat digital (digital society) yang potensial. Indonesia memang salah satu negara pengguna internet terbesar di dunia. Tapi Yogya adalah kota di tempat mana Mark Zuckerberg - pencipta Facebook - tertarik untuk berkunjung. Anak muda jenius dengan kekayaan US$ 17,5 miliar itu diam-diam telah melawat ke kampung Tamansari yang telah dikenal sebagai ëkampung cyberÃ.
Adapun digitalisasi Keistimewaan Yogya itu sendiri kompleks. Pertama, berbicara tentang basis komputerisasi semua data terkait Keistimewaan Yogya. Tentunya hal ini sudah dipikirkan, direncanakan, dan diterapkan oleh Pemda DIY. Parameternya adalah kemudahan akses dan kebermanfaatannya bagi masyarakat. Kedua, digitalisasi Keistimewaan DIY berbicara tentang transparansi publik. Ini menjadi salah satu parameter sukses. Publik leluasa ikut menyimak dan bahkan mengontrol proses-proses pembangunan, termasuk penggunaan anggarananggaran dan Dana Keistimewaan (Danais) yang selalu berpotensi kontroversial itu.
Ketiga, digitalisasi menjadi basis pengelolaan jejaring Keistimewaan DIY. Hal ini penting sebab Yogya terdiri dari banyak sekali elemen, kelompok, komunitas, gerakan, dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Baik yang sangat mendukung Keistimewaan, yang netral, bahkan yang cenderung ëkritisà perlu dikelola dalam jejaring yang dinamis dan konstruktif. Selama ini sudah ada, misalnya WA-group ëSharing KeistimewaanÃ, perlu digitalisasi lebih sistemik. Sistem jejaring digital memudahkan proses-proses penyaluran aspirasi, komplain, survei, jejak pendapat, dan penggalangan arus suara akar rumput.
Keempat, digitalisasi Keistimewaan DIY berbicara tentang manajemen gerakan masyarakat digital. Peneliti LIPI Wasisto Raharjo Jati mengingatkan pentingnya pembinaan ëmobrokrasiÃ. Ini adalah istilah untuk dinamika demokrasi yang digerakkan oleh isu yang muncul (dimunculkan) di dunia maya. Perubahan yang terjadi sekarang justru degeneratif. Media sosial (medsos) yang dulu jadi media perekat sosial, kini cenderung jadi alat eksklusi sosial yang hegemonik dalam dunia maya dan dunia nyata. Gerakan radikal dan anarkis dikembangkan dari isu-isu artifisial yang direkayasa di dunia maya. Medsos direkayasa jadi alat pensugesti gerakan-gerakan radikal. Jika dunia digital Yogya tidak dikelola sejak sekarang, medsos berpotensi memicu multi konflik soal Keistimewaan DIY.
Kelima, digitalisasi Keistimewaan DIY tentunya berbicara tentang e-branding dan e-marketing Yogya. Banyak lokasi wisata baru di Yogya lahir dari eksplorasi masyarakat awam dan juga kaum muda. Karena itu warganet Yogya yang kreatif perlu dirangkul dan difasilitasi menjadi para pemasar efektif.
Keenam, digitalisasi Keistimewaan DIY harus berbasis edukasi. Sosialisasi UUK dan Perdais misalnya, efektif lewat medsos. Edukasi warganet juga berupa literasi digital. Menurut UNESCO, literasi digital adalah edukasi dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk menggunakan teknologi IT, yaitu menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat, dan mengkomunikasikan konten atau informasi secara kognitif, etis, dan moral yang positif.