Tradisi 'Nguras Enceh' di Makam Raja Imogiri, Lestarikan Warisan Sultan Agung 

Photo Author
- Jumat, 12 Agustus 2022 | 14:19 WIB
makam imogiri tempat jamasan pusaka
makam imogiri tempat jamasan pusaka

 

 

 

BANTUL, KRJOGJA.com -  Air kurasan yang didapat diyakini sebagian orang sanggup memberikan berkah kesehatan dan ketentraman.

 

Sebelum para prosesi nguras   enceh dimulai,  didahului dengan dzikir dan tahlil oleh abdi dalem dan  masyarakat umum. Setelah tahlil selesai, ‘nguras encehpun dimulai ketika abdi dalem naik ke samping enceh atau gentong.  Begitu dimulai wargapun mulai berusaha mendapatkan air dari enceh. Warga rela berjubel untuk mendapatkan air dari enceh Kyai Mendung dan Nyai Siyem milik makam raja Surakarta. Sedang enceh milik  makam Raja Yogyakarta diberi bernama Kyai Danumaya dan Nyai Danumurti.

 

Penghageng Kabupaten Puroloyo Kota Gede dan Imogiri

KRT Hastono Ningrat  mengatakan, esensi dari tradisi 'nguras enceh' ialah melestarikan budaya yang sudah dilaksanakan secara turun temurun. "Enceh ini menurut sejarah digunakan untuk wudhu  Sultan Agung, namun  karena Sultan Agung sudah sudah wafat,  kita sekarang  melestarikan,"  ujar KRT Hastono Ningrat.

 

Sementara terkait gentong atau enceh memang souvenir. "Itu semuanya souvenir yang kemudian oleh Sultan Agung dimanfaatkan untuk wudhu," jelasnya. Memang air kurasan enceh tersebut diyakini dari sebagian orang punya khasiat. "Karena air yang didoakan bersama itu pasti ada manfaatnya. Doa bersama tersebut bagian dari prosesi sebelum nguras enceh dimulai," ujarnya.

 


-



 

Menurutnya, tradisi nguras enceh sebatas untuk melestarikan  budaya leluhur yang dari dulu sudah  dilaksanakan. "Kita sekarang ini sekadar melanjutkan supaya tradisi ini terus  lestari. Tetapi begini nguras enceh ini memang dilaksanakan  satu tahun  sekali," ujarnya. Artinya prosesi budaya ini sebagai bentuk penghargaan warisan dari Sultan Agung.  

 

KTR Hastono mengatakan, nguras enceh digelar  setahun sekali si Bulan Sura. Dilaksanakan Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon.  Masyarakat sangat antusias mengikuti prosesi nguras enceh. Hal tersebut bisa dilihat dari awal rangkaian kegiatan berupa kirab siwur sehari sebelumnya.

 

 

Penewu Imogiri, Slamet Santoso SIP MM mengatakan,  kegiatan budaya kirab siwur dan nguras enceh harus dijadikan momentum kebangkitan Imogiri,  kebangkitan Yogyakarta, menuju terwujudnya Yogyakarta sebagai kota warisan budaya dunia. 

 

"Karena disini menunjukkan bahwa masyarakat itu punya rasa handarbeni atau memiliki terhadap keberadaan situs -situs raja-raja Mataram.  Karena rasa memiliki itulah sehingga tumbuh kesadaran untuk ikut melestarikan, ikut menunjukkan pada dunia bahwa kita punya sesuatu yang luar biasa," ujarnya.

 

Menurut Slamet,  sudah 400 tahun lebih keberadaan situs situs tersebut. Namun  sampai sekarang masih besar dan akan tetap lestari sepanjang masa kalau masyarakat mendukungnya. Dengan kegiatan tersebut baik nguras enceh dan kirab siwur tentu jadi tonggak Imogiri sebagai gapurane budaya di Yogyakarta dan nantinya dunia.

 

Sementara Xena Hena warga Pendowoharjo Sleman mengatakan bahwa secara khusus datang untuk mengetahui prosesi menguras enceh. Mahasiswi tersebut mengungkapkan adanya tradisi itu membuatnya penasaran untuk mengetahui. "Saya ingin tahu saja, ke ini  inisiatif sendiri. 

Karena saya melihat ditengah perkembangan teknologi yang sedemikian cepat masih ada tradisi syarat nilai warisan Sultan Agung yang terus dilestarikan," ujarnya.(Roy)

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gelar Budaya 2025 di SMA N 1 Pundong

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:30 WIB

Decimal Fest 2025, Jembatan Bank BPD DIY Raih Gen Z

Minggu, 14 Desember 2025 | 06:42 WIB

3.393 PPPK Paruh Waktu di Bantul Dilantik

Jumat, 12 Desember 2025 | 14:00 WIB
X