Gawat, Begini Jadinya Kalau Seniman ISI Sudah Turun ke NFT

Photo Author
- Sabtu, 9 April 2022 | 14:55 WIB
Salah satu karya yang ditampilkan dalam Indo NFT Festiverse di Galeri RJ Katamsi ISI Yogya. (Foto : Harminanto)
Salah satu karya yang ditampilkan dalam Indo NFT Festiverse di Galeri RJ Katamsi ISI Yogya. (Foto : Harminanto)

BANTUL, KRJOGJA.com - Galeri RJ Katamsi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta menjadi tuan rumah penyelenggaraan Indo NFT Festiverse berkolaborasi dengan Art Pop Up dan Telkom Indonesia yang dilaksanakan 9-17 April. Menarik, 238 karya Non Fungible Token (NFT) karya kreator-kreator dari berbagai lokasi ditampilkan dalam event yang diklaim jadi satu terbesar di Indonesia tersebut.

Pameran Indo NFT Festiverse dibuka langsung oleh Rektor ISI, Prof Agus Burhan, Sabtu (09/04/2022) siang bersama perwakilan Sewon NFT Club. Agus pun mengungkap antusiasme adanya Indo NFT Festiverse tersebut karena belakangan ini publik secara luas mulai memperbincangkan NFT dan menilai hal ini salah satu potensi ekonomi digital.

“Festival ini jembatan bagi para kreator, kolektor, pegiat NFT sekaligus masyarakat pada umumnya untuk memasuki dunia blockchain dan mengenal salah satu aset digital berbasis teknologi yang sedang populer ini. Selain itu, pameran ini juga menjadi titik pertemuan berbagai ragam kreativitas baik dalam seni maupun teknologi, hiburan dan budaya populer lainnya. Kita musti berada dalam gelombang ini, jangan sampai kita tak bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri dalam gelombang baru industri Blockchain dan metaverse ini,” ungkap Agus pada wartawan.

Agus juga mengatakan, anak-anak ISI Yogyakarta harus bisa memanfaatkan platform NFT untuk berkarya. Apalagi, dalam NFT diatur dengan jelas tentang kepemilikan karya dan royalti atas karya tersebut.

Intan Wibisono, Founder Art Pop Up, menambahkan secara keseluruhan ada 238 kreator yang berpartisipasi dalam festival 9 hari di Bantul. Ditampilkan karya dalam bentuk JPEG juga animasi gambar bergerak dengan audio yang bisa dinikmati melalui 80 layar.

“Kami bagi karya-karya dalam primary market yakni langsung dari kreator upload ke marketplace untuk dibeli, lalu juga secondary market berasal dari kolektor yang sudah membeli karya dari kreator. Pameran ini dilakukan kolektif sekaligus juga untuk mengedukasi, karena NFT ini kan dunia baru yang potensinya besar sekali,” tandas Intan.

Salah satu kreator, Rato Tanggela, yang juga alumni ISI Yogyakarta mengaku sudah menaruh 20 karya di NFT. Adanya platform NFT menurut dia memperluas media berkarya para seniman dan juga masyarakat luas yang punya minat.

“Sampai sekarang saya masih tetap berkarya konvensional juga tapi juga main ke NFT. Semangatnya tetap sama berkarya, hanya media kita semakin luas. Saya membuat animasi dan JPEG, karena basic saya gambar manual lalu belajar desain grafis juga. Sampai hari ini sudah ada 20 karya yang aku taruh di NFT,” ungkapnya.

Di NFT, Rato yang belum genap satu tahun berkarya sudah berhasil menghasilkan cukup banyak uang. Meski enggan menyebutkan jumlah namun ia menaksir sudah bisa membeli empat sepeda motor dari karya-karya itu.

“Yang membuat saya sangat antusias, ada sistem royalti di NFT, kita meninggalpun kalau karya tetap ada maka royalti tetap jalan. Seniman musik bisa ada royalti performance tapi perupa kan tidak bisa. Nah ini bisa di NFT,” tandas dia. (Fxh)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gelar Budaya 2025 di SMA N 1 Pundong

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:30 WIB

Decimal Fest 2025, Jembatan Bank BPD DIY Raih Gen Z

Minggu, 14 Desember 2025 | 06:42 WIB

3.393 PPPK Paruh Waktu di Bantul Dilantik

Jumat, 12 Desember 2025 | 14:00 WIB
X