BANTUL, KRJogja.com - Institut Seni Indonesia (ISI )Yogyakarta sebagai salah satu perguruan tinggi seni tertua dan pioner pendidikan seni di Indonesia pada tahun ini menyelenggarakan Joint International Conference terindeks Scopus. Dalam acara ini menghadirkan dua buah konferensi internasional, yakni 4th Arcadesa (International Symposium of Art, Craft and Design in South East Asia) dan 2nd Iconarties (International Conference on Interdisciplinary Arts and Humanities).
General Chairman of the Conference, Petrus Gogor Bangsa,MSn, Senin (9/11) usai pelaksanaan kegiatan menuturkan rangkaian kegiatan tersebut dirancang dalam sebuah kepanitiaan Annual Symposium of Arts, Technology, and Humanities 2020. "Sebagai sebuah inovasi ISI Yogyakarta dalam mengembangkan kapasitas akademik dan kerja sama internasional bagi seluruh sivitas akademiknya," jelasnya.
Ditambahkannya seni dan humaniora dalam perkembangannya saling mendukung dan memiliki keterkaitan dengan aspek keilmuan lainnya. Semakin maju peradaban manusia maka semakin kompleks masalah yang dihadapi. Ini membutuhkan studi pelengkap dari semua aspek ilmiah.
Dijelaskanya, seni lintas disiplin dan humaniora di era milenium berkembang menjadi sesuatu yang baru. Banyak ahli mulai tertarik untuk meneliti prinsip, kebijakan, dan aplikasi ilmiah baru yang merupakan campuran dari berbagai disiplin ilmu untuk menyelesaikan masalah mereka. Perkembangan seni dan humaniora secara langsung maupun tidak langsung pada akhirnya menentukan perubahan peradaban dunia. "Perkembangan kreasi seni dan perwujudan kecerdasan buatan sebagai elemen pendukung seni antar media dapat memperkaya definisi seni yang sebelumnya hanya terbatas pada dunia nyata, kini mulai terwujud dalam dunia digital. Namun, bidang seni kreatif juga harus mewaspadai dampaknya terhadap perkembangan kecerdasan buatan," urainya.
Petrus menuturkan tuntutan multidisiplin ini di era globalisasi telah direspon melalui diskusi akademik yang diperlukan sebagai media untuk peningkatan sosial budaya, pengembangan kewirausahaan dan kreativitas, serta peningkatan kapasitas lingkungan akademik. Kajian-kajian interdisipliner saat ini mulai berkembang, banyak ahli yang mulai tertarik pada prinsip, kebijakan, dan aplikasi percampuran berbagai keilmuan sebagai solusi permasalahan yang mereka dihadapi. Dengan demikian, secara langsung maupun tidak langsung perubahan pada penyelesaian masalah bidang seni, teknologi, dan humaniora secara interdisipliner pada aspek masyarakat turut menentukan hadirnya perubahan pada masyarakat dunia.
"Peran aktif ISI Yogyakarta untuk menghadirkan pembahasan ilmiah tentang tantangan, peluang, dan perannya di era Revolusi Industri 4.0 yang mendukung artificial intelligence di bidang seni, teknologi, dan humaniora," jelasnya.
Ada delapan ahli yang dihadirkan dalam Joint International Conference 2020, yakni
Dr. Suastiwi, M.Des (ISI Yogyakarta), Prof. Dr. Ruslan Abdul Rahim, Universiti Technology MARA, Malaysia,Assoc. Prof. Jakapan Vilasineekul, Silpakorn University, Thailand, Dr. Ulrike Herbig, TU Wien, Austria, Prof. Dr. Djohan, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Prof. Julian Goddard, RMIT University, Melbourne, Australia, Prof. A. Min Tjoa, TU Wien, Austria dan Prof. Gunnar Spellmeyer, Hochschule Hannover, Germany.
Adapun 2020 ini jumlah paper yang terkirim untuk ICONARTIES sejumlah 69, dan ARCADESA 53. Paper yang terseleksi untuk dipublikasikan adalah 35 paper untuk Iconarties, dan 32 paper untuk Arcadesa. (Aje)