BANTUL, KRJOGJA.com - Pelaksanaan Pemilihan Lurah Desa (Pilurdes) atau Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) diwarnai dengan 'pertarungan' sesama anggota keluarga di sejumlah desa di Bantul dan Sleman. Sedangkan pelaksanaan pemilihan di kedua kabupaten tersebut diundur, yakni setelah pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 9 Desember 2020.
Kabag Administrasi Pemerintah Desa Bantul, Drs Kurniantara MSi, Jumat (18/9) mengemukakan, terdapat 24 kelurahan yang akan mengadakan Pilurdes 27 Desember 2020. Sedangkan calon lurah yang akan ikut serta sebanyak 75 calon. Dari jumlah itu, terdapat 2 desa yang akan diwarnai dengan perebutan calon sesama anggota keluarga.
Dari pencalonan lurah di 24 kalurahan, terdapat dua kalurahan yang calon lurahnya masih dalam satu keluarga, yakni di Kalurahan Bangunjiwo Kasihan, calonnya ayah dan anak kandungnya, H Parja ST MSi dan Deny Fajar Sulistyo ST. Sedangkan calon di Kalurahan Pendowoharjo Sewon, calonnya suami dan istri, yakni H Hilmi Hakimudin SPdI dan Faiqoh.
Calon lurah Bangunjiwo, Parja yang merupakan calon petahana ditemui KR
di kediamannya mengemukakan, mestinya pencalonan lurah di Bangunjiwo yang hanya diisi oleh Ayah dan anaknya tidak akan terjadi kalau dalam Pilurdes serentak di Bangunjiwo ada calon lain. "Kami mencalonkan diri bersama anak karena terpaksa. Kalau anak saya tidak mencalonkan, pemilihan lurah di Bangunjiwo bisa diundur, karena aturannya kalau hanya ada satu calon pemilihan ditunda," jelasnya.
Menurut Parja, selama tahapan Pilurdes di Bangunjiwo hingga tahapan akhir pendaftaran yang mencalonkan hanya ada satu, dirinya sendiri. Maka agar tidak ada penundaan pemilihan, dengan terpaksa menyuruh anaknya untuk mencalonkan diri. "Kami menyerahkan kepada masyarakat mau memilih saya atau memilih anak saya," pungkasnya.
Sedangkan di Sleman, menurut Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kalurahan Sleman, Budiharjo, pertarungan sesama keluarga dalam perebutan jabatan Kepala Desa bakal terjadi di 5 desa. Seperti yang terjadi di Kapanewon Seyegan, Supriyati, seorang istri bersaing dengan suaminya sendiri Sunaryo, untuk menjadi calon Lurah Margoluwih. Di Kalurahan Sumberejo, Kapanewon Tempel, Ika Puji Astuti akan bersaing dengan suaminya, Andjar Purwanto. Sedangkan di Kalurahan Sumberagung, Duldjiman yang merupakan seorang ayah, akan bersaing memperebutkan suara dengan putrinya sendiri Agustin Dwiaryani. "Ada calon Kades Titis Sukatni dan Edy Utomo merupakan kakak beradik kandung, yang sama-sama maju dalam Pilkades di Kalurahan Sidoagung, Kapanewon Godean," terang Budiharjo, Minggu (13/9).
Budiharjo menambahkan, di Kapanewon Cangkringan Amino Fajar Nugroho menjadi calon Kades di Kalurahan Kepuharjo. Ia akan bersaing dengan ayah kandungnya sendiri, sang petahana Heri Suprapto. Menurut Budiharjo, mereka semua sudah lolos persyaratan dan telah ditetapkan sebagai bakal calon Lurah. Tercatat, pada 2020 ini, Pilkades di Sleman akan diikuti oleh sebanyak 49 Desa. Proses pemungutan suara membutuhkan 1.102 TPS dengan jumlah pemilih sebanyak 457.000 orang.
Amino mengatakan, ia maju dalam persaingan Pilkades dikarenakan dorongan dari teman-temannya di internal Karang Taruna. Amino menerangkan, ia sudah bertemu dengan ayahnya dan menyampaikan hal tersebut. Ayahnya juga tidak mempermasalahkan hal tersebut. "Persaingan dengan bapak bukanlah masalah berarti. Karena sudah sama-sama tahu dan sepakat berkompetisi. Saya juga tidak mempersiapkan strategi khusus untuk bisa memenangkan percaturan Pilkades ini," beber Amino.
Amino menyatakan, dalam Pilkades ini lebih memberikan pilihan ke warga. Bahwa ada calon dari kalangan anak muda dan tantangan ke depan tentunya berbeda dengan 5 tahun yang lalu. "Saya sudah siap dengan hasil yang didapatkan nanti. Karena pada prinsipnya, dalam demokrasi sudah biasa ada kalah, ada menang. Sejauh itu saling bersaing secara fair tidak masalah. Santai saja, kalau 'nyalon' ya harus siap kalah dulu 'to'," pungkas Amino.
Dihubungi terpisah, Sosiolog dari UGM, Dr Arie Sujito mengemukakan bahwa sebetulnya tidak ada yang salah dengan perebutan jabatan kepala desa oleh sesama keluarga. Karena tidak ada prosedur yang dilanggar. Tapi kenapa hal itu terjadi, karena dari sisi daya tarik kepala desa, memang menarik. Yakni sebagai pemimpin desa, manajer desa dan punya kewenangan dalam mengelola sumber daya yang dimilik. Dengan daya tarik yang luar biasa tersebut, maka menimbulkan keraguan jika nantinya biaya yang harus dikeluarkan dalam pemilihan nantinya jika melawan calon yang lebih kuat, seperti petahana. Ini mengesankan ekonomi politik sudah seperti di Pilkada.
"Bahkan ada yang 'ngeper', balik tidak jadi maju, karena secara hitungan, akan kalah dan biaya yang dikeluarkan terlalu besar,' ujarnya.
Sedangkan dari pihak petahana, karena tidak ada calon yang melawannya, maka menyiapkan calon lain yang masih keluarga sendiri. (Jdm/Aha/Jon)