BANTUL (KRjogja.com) - Menghormati kekhusukan umat Muslim menjalankan ibadah di bulan Ramadan, Perayaan Peh Cun digelar sederhana dengan sembahyangan untuk keselamatan bangsa dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Selasa (30/5) pukul 12.00 di Pantai Parangtritis Bantul. Tidak ada lomba-lomba, seperti perahu naga atau pertunjukan liong samsi  mengingat lomba atau pertunjukan tersebut membutuhkan aktifitas fisik.
Ketua Jogja Chinese Art and Culture Center (JCACC) Harry Setyo memimpin doa bersama belasan orang warga Tionghoa dengan beberapa tokoh Tionghoa yang hadir diantaranya Tjundaka Prabawa, Morgan Onggowijaya, Gutama Fantoni, dan juga generasi muda Tionghoa lainnya. Walau sederhana ritual ini cukup menarik perhatian pengunjung pantai Parangtritis.Â
Altar persembahan dengan uba rampenya kemudian dilarung ke laut setelah sembahyangan selesai. Meski tidak seramai Perayaan Peh Cun tahun-tahun-tahun sebelumnya yang biasanya meriah untuk mendukung pariwisata, acara mendirikan telur secara vertikal juga mengundang takjub pengunjung pantai "Doa keselamatan bangsa sebagai wujud kecintaan kami pada tanah air dan bangsa, NKRI," papar Bendahara JCACC Tjundaka Prabawa di sela acara.
Walau demikian, terlihat juga beberapa rombongan dari luar kota, sekitar DIY yang juga melakukan ritual Peh Cun. "Peh cun yang membawa kisah teladan, pejabat yang anti korup yang memilih menceburkan diri ke sungai daripada melihat negaranya hancur, rakyat menderita, pejabat-pejabat korup. Agar jenazahnya tidak dimakan ikan maka disebarkan kue bakcang juga genderang, dan biasanya ada lomba perahu naga," papar Tjundaka.
Perayaan peh cun sendiri selama ini mendapat dukungan Dinas Pariwisata DIY dan juga Pemkab Bantul untuk mendongkrak pariwisata pantai dengan melibatkan warga Tionghoa dalam paguyuban-paguyuban yang tergabung di JCACC. Fenomena alam telur bisa berdiri vertikal saat peh cun karena pada saat peh cun kulminasi bumi paling dekat dengan matahari sehingga gravitasi matahari paling kuat saat peh cun. (*-2)Â