BANTUL,KRJOGJA.com - Peran Pondok Pesantren (Ponpes) selalu mengedepankan toleransi dan saling memahami. Karena jika menilik sejarah, pola dakwah dipesantren sama dengan konsep para wali ketika menyebarkan Agama Islam. Oleh karena itu, ketika para Wali melakukan dakwah di Indonesia tanpa adanya setetes darah didalamnya. Karena konsep dakwahnya Wali, mampu bisa memadukan antara misi agama dan budaya.
“Cara dakwah Wali semacam itu yang dikembangkan di pesantren . Jika pesantren punya silsilah dari Wali pasti yang dibicarakan kerukunan, toleransi dan tidak bukan soal intoleransi,†ujar Ketua Pengurus Pusat Alumni sekaligus pengasuh Ponpes An Nur Ngrukem Pendowoharjo Sewon Bantul, Ahmad Kharis Masduki disela Haul VI Nyai Hj Walidah Al Munawwir dan Silaturahmi Nasional (Silatnas) Alumni Ponpes An Nur Ngrukem Pendowoharjo Sewon Bantul, Minggu (2/4/2017). Tema Silatnas II 2017 ‘Sambung Sambang Sumbang.’ Dalam acara itu juga isi sarasehan bertema ‘Membangun Ekonomi Kerakyatan Berbasis Pesantren’ dengan narasumber penggagas berdirinya Majelis Dhuha Bantul, H Buchori Al Zahrowi.
Ahmad Kharis mengatakan, selama ini pesantren senantiasa menjaga toleransi di tengah masyarakat. "Anatomi pesantren yang asli tidak pernah menentang dengan negara, dan itu belum ada sejarahnya," ujarnya. Jika sekarang ada pihak mengatasnamakan pesantren kemudian berbuat kekerasan itu jelas dompleng pesantren. Â
Menurut Ahmad Kharis, pesantren itu ibarat pemadam kebakaran. Ketika ada persoalan genting melanda negara ini biasanya pesantren jadi penyelesai masalah. Oleh karena itu dalam lingkungan, pesantren tidak pernah ada ajaran radikalisme.
Sejak awal pesantren itu tempatnya merajut kebersamaan. Ahmad Kharis juga menyoroti kurang pedulinya pemerintah terhadap pesantren. Hal itu bisa dilihat dari belum adanya anggaran khusus untuk pembangunan infrastruktur dilingkungan pesantren. Padahal berapa triliun anggaran untuk pendidikan formal mulai pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Sementara berdirinya sebuah pesantren biasanya dari sokongan individu. Â
Sementara salah satu almuni yang juga penemu metode membaca kitab kuning untuk anak anak setelah TPQ Mujahidin Rachman mengatakan, pesantren jelas mengutamakan akhlak. Sehingga dalam kondisi apapun, dimanapun santri mampu bertahan.(Roy)