Monumen Antroposen, Proyek Budaya Bermaterial Sampah Plastik 

Photo Author
- Senin, 28 Agustus 2023 | 13:45 WIB
Museum Antroposen yang menggunakan material dinding berbahan sampah plastik di TPA Piyungan   (Fira Nurfiani)
Museum Antroposen yang menggunakan material dinding berbahan sampah plastik di TPA Piyungan (Fira Nurfiani)
 
 
Krjogja.com, BANTUL - Yogyakarta tengah mengalami darurat sampah sehingga banyak bermunculan protes tentang budaya membuang sampah yang tidak berbudaya.
 
Sementara itu, dalam kerja senyap, cukup banyak aksi mengolah sampah dengan proses budaya menjadi produk budaya salah satunya dibangunnya Monumen Antroposen di Sentulrejo RT 03, Bawuran, Pleret, Bantul atau 200 meter dari Kompleks TPA Piyungan (area Dam Side Piyungan) 
 
Proyek seni budaya ini merupakan hasil karya kolaborasi para pelaku seni yaitu Iwan Wijono, Franziska Fennert, Ignatia Nilu dan Dhoni Yudhanto.
 
 
Problematika ekologi tersebut direspon dengan membangun instalasi raksasa berdinding batu bata plastik secara bertahap dari material sampah plastik sejak 2021 lalu. Kerja kolaborasi ini didukung Goethe Institut Jerman, Forum Upcycle Indonesia, Pemkab Bantul, Masyarakat Kelurahan Bawuran,  Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY dan lainnya.
 
Kurator Monumen Antroposen Ignatia Nilu menyampaikannya monumen ini lahir dari gagasan yang menggabungkan seni budaya, wawasan ekologi dan ekonomi sirkular di tengah tantangan ekologi sampai persoalan sampah plastik.
 
Ketiga pilar dikolaborasikan sehingga muncul ekosistem kreatif baru yang pusatnya berupa instalasi raksasa dengan material sampah plastik. 
 
 
"Bahan baku material pembuatan dinding monumen dari sampah plastik yang dipanaskan lalu di press dan dibentuk menyerupai batu bata. Setiap batu bata plastik dibuat dari 6 kg sampah plastik. Warga sekitar yang notabene pemulung pun dilibatkan belajar mengolah sampah plastik sehingga kelak muncul unit produksi baru," ujar Nilu pada Senin (27/8/2023).
 
Salah satu seniman inisiator monumen sekaligus anggota Forum Upcycle Indonesia, Iwan Wijono mengatakan program pembangunan monumen ini sangat cocok dengan keistimewaan Yogyakarta sebagai pusat budaya Jawa.
 
Masyarakat adat memahami kehidupan itu maju dan pembangunan itu sukses dengan menjaga harmoni diri dengan alam leluhur. 
 
 
"Jika leluhur menggunakan konsep tumpang sari dan Eropa ada ekonomi sirkular, konsep ini bisa di model kan  pada Monumen Antroposen. Produksi dan konsumsi ada sentuhannya disini yang terhubung dengan filsafat seni budaya Jawa kontemporer kekinian dan bisa menjadi pusat pertemuan dunia untuk membahas itu," tandasnya.
 
Senada, Franziska Fennert, seniman asal Jerman menegaskan literasi lingkungan sangat penting demi keberlanjutan. Hal ini tidak bisa dilakukan sendiri tetapi harus berkolaborasi bersama dengan banyak pihak, khususnya Pemerintah. 
 
Dibutuhkan pula kesadaran warga untuk memilah sampah yang notabene bahan baku supaya mempunyai nilai yang paling tinggi maupun kesadaran orang yang jemput supaya semua bahan bisa ketempat pengolahan masing-masing, salah satunya disini.
 
 
"Kompleks monumen ini sekaligus diharapkan menjadi pusat kebudayaan dan aktivitas masyarakat setempat. Karena kita ingin mengedukasi masyarakat melalui pendekatan seni budaya tidak melulu dengan mengadakan seminar dan sebagainya.
Pengembangan kompleks monumen ini masih sangat panjang dan tidak hanya berhenti di limbah plastik tetapi semua limbah bisa diolah disini kedepannya," ungkap Arsitek Monumen Antroposen Dhoni Yudhanto.
 
Kepala Disbud DIY Dian Lakshmi Pratiwi menyatakan monumen ini adalah suatu proyek budaya yang mengkolaborasikan lingkungan dengan sampahnya dan seni budaya.
 
Melalui mesin pengolahan sampah plastik jadilah material bangunan dan berbagai karya budaya lainnya.  Monumen ini bisa terwujud berkat proses edukasi dan sosialisasi tentang sampah dan budaya yang cukup lama dikondisikan. 
 
"Muncul kesadaran bersama bahwa ancaman sampah bisa menjadi peluang. Inilah yang dimaksud dengan kerja budaya yang sesungguhnya, ketika proses dihargai sebagai bagian untuk mencerahkan akal dan pikiran. Proses ini menjadi tanggungjawab bersama, tidak semata pemerintah," pungkas Dian. (*)
 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Gelar Budaya 2025 di SMA N 1 Pundong

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:30 WIB

Decimal Fest 2025, Jembatan Bank BPD DIY Raih Gen Z

Minggu, 14 Desember 2025 | 06:42 WIB

3.393 PPPK Paruh Waktu di Bantul Dilantik

Jumat, 12 Desember 2025 | 14:00 WIB
X