Krjogja.com - BANTUL - Perubahan iklim mengacu pada perubahan jangka panjang dalam suhu dan pola cuaca. Pergeseran ini mungkin alami, seperti melalui variasi siklus matahari.
Namun sejak tahun 1800-an, aktivitas manusia menjadi pendorong utama perubahan iklim, terutama akibat pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak dan gas. Dampak perubahan iklim antara lain yang telah dirasakan di tengah masyarakat pada umumnya seperti menurunnya kualitas air, berkurangnya kuantitas air maupun area dan produktivitas pertanian, tenggelamnya daerah pesisir serta dan pulau-pulau kecil.
Salah satu kelompok yang bisa terdampak dari kondisi tersebut adalah sektor UMKM. Namun demikian kelompok UMKM juga merupakan kekuatan yang dapat memberikan kontribusi untuk beradaptasi terhadap perubahan global tersebut.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta Pertanian adalah sebagai salah satu pilar perekonomian terbesar di Indonesia. UMKM memiliki peran yang besar dan penting dalam sektor perekonomian Indonesia.
UMKM dapat dikatakan berperan menjadi sarana pemerataan tingkat perekonomian bagi rakyat menengah kebawah. Karena keberadaan UMKM yang dijalankan di berbagai tempat dan di tengah-tengah masyarakat yang juga menjangkau berbagai daerah, sehingga bisa membantu meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat baik desa maupun kota.
Komunitas Pegiat Ekologi, Ekonomi, Seni dan Sosial Budaya Berkelanjutan (KAPE - ESBE) Yogyakarta bekerja sama dengan Yayasan Lansekap Nusantara Hijau (YLNH) dan Yayasan Tirta Alam Bumi Bertuah (Riau) menyelenggarakan diskusi Pelaku UMKM dan petani. Mereka berasal dari Provinsi Riau, Jawa Tengah dan DIY dengan tema ‘Fight the Planetary Collapse : Petani dan UMKM Sejahtera Lingkungan Terjaga’.
Inisiator acara, Yogo Pratomo mengatakan kegiatan ini diselenggarakan bertujuan mendorong langkah-langkah kongkret meningkatkan kesejahteraan Pelaku UMKM. Langkah-langkah yang ditempuh adalah melalui pendekatan strategi jangka pendek, menengah, dan panjang di tingkat lokal, nasional dan internasional.
“Tujuannya adalah bagaimana Petani dan UMKM mampu beradaptasi, berkembang, dan mandiri secara ekonomi di era pasar bebas dan kondisi nyata adanya perubahan iklim,” kata Yogo dalam diskusi yang digelar di kawasan Kajen Bangunjiwo Kasihan Bantul, Senin (22/01/2024).
Ia mengatakan saat ini mendorong aspek pertanian dan UMKM berkelanjutan tidaklah mudah. Ada banyak faktor yang tidak bisa dikontrol maupundikendalikan yang ternyata sangat berpengaruh pada aspek keberlanjutan.
Salah satu faktor tersebut adalah adanya perubahan iklim dan cuaca yang terbukti nyata berpengaruh pada semua aspek. Fragmentasi ekosistem baik di Jawa dan Luar Jawa ikut berkontribusi pada perubahan iklim yang sangat nyata.
“Di luar Jawa seperti Sumatera khususnya Riau dan Kalimantan sangat masif perubahan perubahan yang terjadi pada lahan gambut, mangrove dan hutan pada umumnya. Ini sangat memprihatinkan karena sumber daya yang mendukung usaha petani, pekebun, UMKM mulai secara nyata terpengaruh,” terangnya.
Sementara itu, di Jawa dengan ledakan penduduk luar biasa diketahui sampai saat ini luasan tutupan hutan terus menurun seiring majunya industri, majunya pembangunan yang bisa saja tanpa mempertimbangkan keberlanjutan dan daya dukung lingkungan. (*)