Krjogja.com - Bantul - Kasus Stunting itu tidak bisa dicapai sampai angka nol atau zero Stunting. Karena pasti ada penyebab-penyebab yang tidak bisa dihilangkan. Misalnya bayi lahir sudah membawa penyakit bawaan, bayi lahir dengan berat tidak standar atau lahir prematur dan penyebab lainnya.
Hal tersebut dikemukakan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak , Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana ( P3AP2KB) Bantul , Dra Ninik Istitarini APt MPH.
Untuk menekan angka stunting di Bantul, Pemerintah Kabupaten melakukan berbagai inovasi dan penyuluhan kepada masyarakat. Seperti memberi penyuluhan dan menjaga kesehatan bagi calon pengantin, menjaga kesehatan bagi ibu hamil atau bayi masih dalam kandungan hingga melahirkan dan kesehatan anak-anak.
Menurut Nanik, program stunting itu sebenarnya program yang harus dilakukan terus menerus. Tidak berhenti karena selain menangani kasus sunting yang terjadi juga harus melakukan upaya kampanye stunting, supaya anak-anak itu tidak terjadi lagi kasus stunting baru.
Kemudian juga dilakukan upaya preventif atau pencegahan dengan melakukan berbagai kegiatan, yang bisa mengantisipasi dan supaya ada percepatan.
Di tahun 2024 ini, Pemerintah pusat mentargetkan angka stunting dibawah 14 persen. "Lha secara survei di Kabupaten Bantul posisi sekarang ada di angka 14,9 persen. Maka pada 2024, minimal kita bisa menurunkan angka 0,9 persen atau 1.0 persen, sehingga ada capaian dibawah 14 persen.
"Tetapi upaya penurunan kita tidak berhenti di angka 1.0 saja. Intinya stunting itu harus kita upayakan turun terus , jika bisa sampai seminimal mungkin," paparnya.
Dijelaskan, dalam pengukuran stunting ada dua macam cara, yakni melalui survei dan melalui penimbangan di Pos Yandu.
Yang melalui survei ,tahun 2023 tercapai 14,9 persen. Sedangkan yang melalui penimbangan di Pos Yandu tahun 2023 mengalami penurunan dari angka 6,42 persen menjadi 6, 37 persen. Keduanya mempunyai tujuan masing - masing. Dengan cara survei dilakukan oleh lembaga peneliti yang menggunakan prosedur dan mekanisme serta aturan lain yang berstandar.
"Tetapi itu kan mengambil sampel dengan standar dalam survei tersebut, sehingga belum bisa melakukan intervensi kepada seluruh anak yang dimungkinkan terdeteksi stunting. Karena itu kita juga melakukan penimbangan di Pos Yandu yang dilakukan oleh para Kader yang sudah mempunyai kompetensi. Di Bantul ada 1.218 kader atau anggota Tim Pendampingan Keluarga
( TPK)," jelas Nanik.
Kalau pengukuran di Pos Yandu bisa mendapatkan data secara by name, by adrees, sehingga bagaimana petugas bisa melakukan intervensi, didata dengan elektronic pemantauan dan pelaporan fisik berbasis masyarakat. "Berbasis masyarakat karena yang menimbang teman- teman dari Pos Yandu," tambahnya. (jdm)