Krjogja.com - BANTUL - Memperingati Hari Pramuka ke 64 tahun 2025 se DIY dipusatkan di Bantul dengan menggelar Apel Besar Gerakan Pramuka di Lapangan Trirenggo, sebagai Irup Gubernur DIY Sri Sultan HB X. Diikuti tidak kurang dari 800 Pramuka se DIY.
Pada kesempatan tersebut, Sri Sultan memberikan penganugerahan Tanda Penghargaan Gerakan Pramuka kepada 37 tokoh Pramuka se Kwarda DIY dan menyerahkan hadiah lomba Lingkungan dan Adaptasi Perubahan Iklim.
Baca Juga: Yayasan Pendidikan Islam Cokroaminoto Banjarnegara Gandeng FIA Yogyakarta untuk Pendampingan Hukum
Dalam amanatnya Sri Sultan mengemukakan, memperingati Hari Pramuka ke-64 Tahun 2025 ini bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan momentum refleksi dan inspirasi. Tema nasional yang kita usung tahun ini “Kolaborasi untuk Membangun Ketahanan Bangsa,” menegaskan bahwa kekuatan bangsa tidak lahir dari individu semata, melainkan dari kebersamaan, dari kemampuan untuk bekerja sama, bersinergi, dan bergotong royong di segala bidang kehidupan.
Bila kita menengok sejarah, Yogyakarta memiliki peran sangat penting dalam perjalanan Pramuka Indonesia. Di kota inilah, pada tahun 1941, lahir All Indonesian Jamboree yang kemudian melahirkan Panitia Kesatuan Kepanduan Indonesia.
Momen ini menjadi embrio kelahiran Gerakan Pramuka yang kita kenal hari ini. Sejarah itu kemudian menemukan tokoh sentralnya, yakni Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yang dengan penuh keteguhan, visi kebangsaan, dan jiwa kepeloporan, menjadikan Pramuka sebagai gerakan pendidikan karakter yang berakar kuat di bumi Indonesia.
Baca Juga: Tirtonirmolo Mewakili DIY Masuk 15 Besar Desa Berkinerja Baik 2025 Nasional
"Beliau bukan hanya kita kenang sebagai Bapak Pramuka Indonesia, tetapi juga sebagai teladan sejati. Dalam pidato monumental di Kongres Kepanduan Dunia Tokyo tahun 1971 berjudul “The Trend in Scouting”, beliau menegaskan kekhasan Pramuka Indonesia yang menekankan pengabdian tanpa pamrih kepada masyarakat. Bahkan, di tengah jabatan tinggi sebagai Wakil Presiden, beliau tetap berkemah, tetap memasak nasi goreng, baik di Jambore Dunia maupun di Perkemahan Wirakarya Malang 1978. Itu bukan pencitraan, melainkan kebiasaan hidup yang mencerminkan kerendahan hati, kesederhanaan, sekaligus keberanian memberi teladan," ungkap Sultan.
Karena itu , keteladanan beliau hendaknya menjadi cermin bagi kita. Bahwa Pramuka bukan sekadar seragam atau kegiatan baris-berbaris, melainkan gerakan pembentukan karakter.
Kode Kehormatan Pramuka—Satya Dharma, Dwi Dharma, dan Dasa Dharma—adalah kompas moral yang tak boleh lekang oleh waktu. Begitu pula motto “Satyaku Kudarmakan, Darmaku Kubaktikan,” adalah panggilan pengabdian yang melintasi generasi.( Jdm)