Krjogja.com - BANTUL - Di tengah pesatnya perkembangan teknologi serta beragamnya hiburan bagi masyarakat. Kesenian Pek Bung di Dusun Nglarang Kalurahan Triharjo Kapanewon Pandak Bantul terus lestari.
Zaman memang sudah berubah, namun sejumlah warga Nglarang tetap setia menjaga kelestarian kesenian berbasis masyarakat tersebut. Bahkan Minggu (12/10) malam digelar pemuteran film dokumenter dan pementasan kesenian Pek Bung 'Dari Tradisi Menuju Transformasi' di halaman rumah Pakdhe Jojon di Dusun Nglarang.
Baca Juga: Anton Fase Alami Cedera Ankle, PSIM Tunggu Perkembangan Jelang Lawan Persita
Dalam acara tersebut juga dihadiri, Bupati Bantul H Abdul Halim Muslih , Wakil Bupati Bantul, H Aris Suharyanto SSos MM, anggota Komisi D DPRD Bantul, Hj Arni Tyas Palupi, ST, Lurah Triharjo Pandak, Suwardi SPd.
Koordinator Kesenian Pek Bung, Dusun Nglarang Triharjo Pandak Bantul, Pakdhe Jojon mengungkapkan, pada awalnya masyarakat didekat Pabrik Gula Gesikan Pandak melihat orang Belanda bermain keroncong.
Kemudian masyarakat ingin bermain juga, tetapi tidak punya alat. Selanjutnya mereka berinisiatif membuat alat musik seadanya dengan bahan bambu dengan nama thoklik. Perangkat Bas dibuat dari bambu berukuran besar dan kecil dengan cara ditiup atau disebul.
"Seiring berkembangnya zaman, bas dari bambu diganti menggunakan tembikar/ klenthing yang dipasang karet ban. Ditambah kendhang dari klenthing dilapisi kulit hewan sehingga disebut Pek Bung," ujar Pakdhe Jojon.
Dijelaskan, kesenian Pek Bung punya makna dan sarat dengan pembelajaran. Kesenian Pek Bung berasal dari suara tembikar/ klenthing yang dipasang kulit hewan. Ketika ditabuh menghasilkan bunyi pek dan suara karet ban yang dipasang pada klenting menghasilkan suara bung.
Ciri kesenian Pek Bung berada dialat musiknya yang terbuat dari tembikar/ klenting dari tanah liat kemudian dilapisi kulit hewan dan karet ban.
Suling dari bambu sebagai melodi, erek-erek dari bambu yang dibelah dan di gergaji kecil-kecil, icik-icik terbuat dari tempurung kelapa yang diisi biji-bijian, kentongan dari bambu atau tanduk kambing, logam yang menghasilkan suara ting, kecrung dari bambu yang dibuat seperti kentongan kemudian diirat sehingga menghasilkan bunyi crung.
Lagu yang dinyanyikan berupa lagu perjuangan dan lagu daerah. Setiap lagu yang dinyanyikan diiringi dengan tari-tarian. Jumlah pemain musik antara 5-10 orang, untuk jumlah penari bervariasi bisa dari 10-50 orang tergantung lagu yang dinyanyikan.
Kostum yang digunakan oleh penari Pek Bung juga bervariasi menyesuaikan dengan isi lagu. Sedangkan kostum pemusik menggunakan busana adat jawa ataupun pakaian nasional.
Dijelaskan, masyarakat Pandak mulai mengenal kesenian Pek Bung sejak tahun 1940-an. Puncak kejayaan kesenian Pek Bung ditahun 1960-1965. Tahun 1965, Indonesia dilanda pergolakan politik nasional.