BANTUL, KRJOGJA.com - Terjadinya ‘pagablog’ atau wabah penyakit di Wonokromo Pleret waktu itu jadi tonggak lahirnya tradisi Rabu Pungkasan. Tidak ada yang tahu secara pasti Rabu Pungkasan itu ada, namun hingga kini tradisi itu lestari dengan beragam dinamikanya. Bahkan tradisi tersebut tidak sekadar seremonial, tetapi sudah jadi bagian untuk melakukan syiar agama Islam.
Ribuan orang Salasa (14/11/2017) malam lalu menghadiri puncak acara Rabu Pungkasan di Balai Desa Wonokromo Pleret Bantul ditandai dengan kirab lemper raksasa. Dalam acara itu juga dihadiri Bupati Bantul Drs Suharsono, Kepala Dinas Kebudayaan Bantul , Sunarto, Kapolsek Pleret AKP Sumanto.
Lurah Desa Wonokromo Pleret H Edy Pudjono SIP MAP mengatakan, Rabu Pungkasan merupakan tradisi penuh makna dari masyarakat Wonokromo. "Waktu itu di Wonokromo ini ada ‘pageblog’  atau wabah penyakit. Setelah itu dari Sultan Agung dari Kraton Mataram memberikan air sebagai penawar wabah penyakit itu," ujar Edy.
Karena waktu itu air dari kraton jumlahnya terbatas akhirnya ditumpahkan di tempuran Sungai Gajah Wong dan Sungai Opak. Ditumpahkannya air sebagai obat dari kraton di tempuran Sungai Opak dan Gajah Wong agar masyarakat bisa memanfaatkan sebagai obat. Dengan pemberian air dari kraton itu wabah penyakit di Wonokromo diatasi.
Dalam puncak acara Rabu Pungkasan itu dilakukan kirab lemper raksasa dari Masjid Karanganom menuju Balai Desa Wonokromo. Selain itu juga ada ribuan lemper dibagikan kepada pengunjung di pelataran Balai Desa Wonokromo.
Bupati Bantul Drs H Suharsono mengatakan, tradisi Rabu Pungkasan harus dilestarikan karena sarat dengan nilai religi. Dalam kesempatan itu Suharsono juga membelah lemper raksasa. (Roy)