BANTUL, KRJOGJA.com - Sebanyak 80 persen sampah yang ada di Bantul bersumber dari sampah yang berasal dari rumah tangga. Sumber sampah selain dari rumah tangga, yakni pasar, rumah sakit/puskesmas, perkantoran, objek wisata atau ruang publik, rumah makan, sungai dan terminal.
â€Mengingat besarnya sumber sampah yang ada di desa, maka desa dan pemukiman didorong harus memiliki tiga hal, yakni Tempat Pembuangan Sampah (TPS) untuk sampah yang bersifat residual, bank sampah untuk pengumpulan dan pemilahan sampah supaya dapat dimanfaatkan dan diolah serta Pengelolaan sampah yang idealnya dikelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes),†ujar Wakil Bupati Bantul H Abdul Halim Muslih, Jumat (10/03/2017).
Dengan budaya pengelolaan sampah yang dimulai dari tingkat desa atau pemukiman, maka akan mengurangi sampah residu yang dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Terakhir (TPST) Piyungan. Menurut Wabup, jika sistem dilakukan secara efektif mulai tahun ini, maka Pemkab optimis pada 2019 mendatang minimal mampu mengurangi sampah di Bantul hingga 50 persen.
Tahun ini menurut Masharun, DLH tengah memprovokasi untuk tiap padukuhan membentuk jejaring pengelolaan sampah. Adapun saat ini sudah ada 36 jejaring, untuk itu di setiap padukuhan diadakan depo-depo mini, yang berangkat dari desa.
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Pekerjaan Umum, pengelolaan sampah terdiri dari 68 persen diangkut dan ditimbun, 9 persen dikubur, 6 persen diolah menjadi kompos dan daur ulang, 5 persen dibakar dan 7 persen tak terkelola. Sementara terkait jenis sampah, 60 persen berjenis organik berupa sisa makanan dan tumbuhan, 17 persen logam, karet, kain dan kaca, 14 persen plastik dan 9 persen kertas. (Aje)