BANTUL (KRJogja.com) - Kebiasaan anak dibawah umur mengendarai sepeda motor hampir terjadi disebagian besar sekolah di Bantul. Mulai jenjang SD, SMP/MTs dan SMA/SMK/MA menjadi persoalan serius yang hingga kini belum dapat dicarikan jalan keluar. Alasan efisiensi kerap menjadikan dasar orangtua memberikan kesempatan putra putrinya bebas naik sepeda motor. Padahal tindakan tersebut cukup berisiko bagi keselamatan anak.
"Kami berusaha memberikan penyuluhan kepada siswa, guru, bagaimana siswa yang aspek umur belum memenuhi syarat tidak naik sepeda motor," ujar Kanit Binmas Polsek Srandakan AKP Supriyono ditemui usai jadi inspektur upacara di SD Gunungsaren Desa Trimurti Kecamatan Srandakan Bantul, Senin (21/11). Diacara itu juga dihadiri Kepala SD Gunungsaren Trimurti Srandakan Dumi Rahmawati SPd, Ketua Dewan Sekolah SD Gunungsaren, Bayudi.
Supriyono mengatakan, era global sangat mempengaruhi tingginya mobilitas masyarakat secara umum. Keadaan itu juga berpengaruh terhadap pola kebidupan anak. Padahal hal itu, melanggar UU Lalu lintas UU No 22 Th 2009. Pihaknya berharap orangtua menjaga masa depan anak anaknya dengan memberikan fasilitas sesuai kebutuhan. Jangan justru jadi kebanggaan ketika anaknya dibawah umur bisa naik motor. Ketika anak dibawah umur sudah dibiarkan naik kendaraan, hal itu tidak sekadar membahayakan jiwa yang bersangkutan. Tetapi jiwa oranglain kerap dipertaruhkan. "Ketika anak yang belum cukup umur dibebaskan naik motor, itu juga berpengaruh pada pergaulan, " ujarnya.
Sementara Kepala SD Gunungsaren, Dumi Rahmawati mengatakan, pihaknya berusaha menghindari kebiasan itu dengan kerjasama bersama dewan sekolah dan wali siswa. Terpisah Ketua Forum Masyarakat Peduli Pendidikan (FMPP) Bantul Zahrowi menilai, kebiasaan anak dibawah umur naik sepeda motor justru jadi simbol eksistensi orangtunya. “Anak dibawah umur naik motor jadi indikasi terjadinya krisis eksistensi dari orangtuanya,†ujar Zahrowi. Pihaknya berharap orangtua jang sekadar mengejar prestise semata. (Roy)