KRjogja.com, BANTUL - Mengawali musim giling Pabrik Gula dan Pabrik Spiritus ( PG- PS) Madukismo 2024, digelar pasar malam Cembeng di emplasemen depan pabrik, Selasa (20/2).
Pasar malam Cembeng yang berlangsung mulai 20 Februari hingga 10 Maret 2024 diikuti 120 stan, dibuka oleh Panewu Kasihan Subarta SSos MM didampingi Dirut PT- Madubaru Drs H Budi Hidayat, Komisaris PT- Madubaru KRT H Madu Gondodiningrat, dan pejabat terkait.
Menurut Ketua Panitia Selamatan Giling dan Suling 2024 Nashrudin Abdus Salam, upacara Cembeng sudah menjadi tradisi di pabrik gula sejak masa pemerintahan Belanda ketika akan mengawali giling.
Istilah Cembeng berasal bahasa Tionghoa Cing Bhing, yakni musim ziarah ke makam leluhur. Pada masa pendudukan Belanda hampir semua pabrik gula yang menjadi juru masak gula dari warga keturunan Tionghoa.
Untuk mengawali musim giling para jura masak gula selalu mengadakan ziarah ke makam untuk doa keselamatan.
"Kebiasaan tersebut menjadi tradisi di pabrik gula sejak masa penjajahan Belanda hingga sekarang, populer dengan tradisi Cembeng atau Cembengan.
Baca Juga: Gus Iqdam Beri Nama 'Sabil' Putri Cantik Denny Caknan dan Bella Bonita, Ini Artinya
Dikatakan, pada era penjajahan Belanda di Yogyakarta ada 17 pabrik gula. Tetapi tahun 1931 terjadi penurunan harga gula sehingga 9 pabrik gula di Yogyakarta harus ditutup dan tinggal 8 pabrik gula yang bertahan sampai era Indonesia merdeka , yakni PG Tanjungtirto, Kedaton Pleret, Padokan, Gondang Lipuro, Gesikan, Cebongan, Beran dan PG Medari.
Banyaknya pabrik gula di Yogyakarta, Belanda pernah berencana membuat pelabuhan di Parangtritis untuk mengangkut gula yang dihasilkan dari Yogyakarta dan sekitarnya, tetapi keburu Indonesia merdeka dan Jepang datang sehingga pembangunan pelabuhan tidak terlaksana.
Ketika Indonesia merdeka di Yogyakarta masih ada 8 pabrik yang tersisa. Tetapi ketika terjadi perang kemerdekaan atau clash ke-2 tahun 1949, 8 pabrik gula tersebut dibumi hanguskan. PG Padokan merupakan pabrik gula paling akhir yang dibumi hanguskan, agar tidak dijadikan markas Belanda untuk menghubungkan wilayah Yogya ke Bantul.
Kemudian setelah Indonesia merdeka Sri Sultan HB IX mempunyai gagasan untuk membangun kembali pabrik di Yogyakarta. Lokasinya ada 2 alternatif, yakni di bekas reruntuhan PG Padokan dan PG Gesikan , tetapi dengan berbagai pertimbangan dipilihlah lokasi pabrik di Padokan, yang sekarang bernama PG Madukismo yang merupakan satu-satunya pabrik gula di Yogyakarta setelah Indonesia merdeka.
Pendirian PG Madukismo tidak terlepas dari peran Sri Sultan HB IX, salah satu tujuannya adalah untuk menolong rakyat yang banyak kehilangan pekerjaan karena semua pabrik gula di Yogyakarta dibumi hanguskan waktu itu. PG Madukismo mulai dibangun pada awal Februari 1955 dan diresmikan oleh Presiden RI Ir Soekarno tepatnya 29 Mei 1958. (Jdm)