Krjogja.com - BANTUL - Lurah Bawuran Kecamatan Pleret Bantul berhasil memproduksi bata Recycle Plastic Faba (RPF) berbahan baku sampah plastik yang sudah terpilah.
Terobosan tersebut menjadi salah satu alternatif mengurai persoalan sampah ditengah masyarakat. Bahkan produk bata berbahan baku plastik tersebut sudah dipergunakan untuk membangun monumen anthropocene di Sentulrejo Kalurahan Bawuran Pleret Bantul.
Baca Juga: Pemkab Bantul Libatkan ASN Menggalang Dana Bantuan Banjir
"RPF atau Recycle Plastic Faba adalah produk dari sampah plastik yang kita olah menjadi bata dan juga batako, itu pengolahan sampah yang ada di Kalurahan Bawuran di Kompleks Monumen anthropocene. Sehingga khususnya sampah plastik itu bisa kita olah, kita kelola untuk menjadikan produk baru berupa bata dengan teknologi injection molding. Sehingga plastik itu bisa kita olah menjadi bata yang kuat, karena dibanting maupun diuji itu sangat keras sekali. Produk yang kita eksperimen itu bata dan juga batako. Kita pernah juga membuat paving block tetapi dengan molting yang sangat sederhana. Karena ini dengan teknologi injeksi, tentu kekerasan konsistensi bentuk dan juga ketebalan itu bisa teratur dengan baik," ujar Lurah Bawuran Kecamatan Pleret Supardiono didampingi Dukuh Sentulrejo Bawuran, Giyanto.
Pihaknya kedepan sangat optimis bisa maksimalkan jumlah produksinya. "Sementara ini per hari sekitar 100 biji, kita sebetulnya bisa sehari dua kali lipatnya, tetapi sekarang ini baru dalam tahap penyesuaian-penyesuaian dan pemaksimalan siklus ataupun urutan dari produksi," ujar Supardiono.
Baca Juga: 35 UKM Binaan Dekranasda Bantul Belajar AI dan Ekspor Bersama Woodeco
Dasar ide Supardiono membuat inovasi bata berbahan baku sampah plastik setelah Tempat Pembuangan Sampah Piyungan ditutup.
"Semangat yang mendasari kami itu di 2022, waktu itu TPA Piyungan ditutup. Sebetulnya jauh sebelumnya, atau sebelum saya jadi lurah itu melihat, sampah TPA Piyungan itu pengolahannya hanya ditumpuk. Tidak ada upaya untuk mengeluarkan entah menjadi pupuk atau menjadi produk sesuatu. Sehingga Monumen Anthropocene ini saya bangun dekat dengan TPA Piyungan biar masyarakat yang berkunjung ke sini tahu. Itu lho sampah yang hanya ditumpuk, ini sampah yang dikelola menggunakan teknologi sehingga keluar produk baru. Misalnya berupa bata, asbak atau tergantung dengan moldingnya," jelas Supardiono.
Jadi semangat saya kata Supardiono adalah bagaimana sampah itu bisa keluar lagi menjadi produk baru. Artinya ketika orang membuang sampah atau menjual sampah pasti dibeli, tetapi sampah yang sudah terpilah.
"Program ini juga disuport dari dana Keistimewaan, baik untuk peralatan, publik space dan satu contoh rumah layak huni yang menggunakan bata plastik. Saya mencoba eksperimen membuat bata menggunakan teknologi injeksi molding. Sehingga plastik yang selama ini susah diurai kita keluarkan lagi berupa produk bata. Saya ingin setelah dipilah, sampah diolah, hasilnya bisa dimanfaatkan masyarakat. Sehingga bisa menciptakan PAD bagi kalurahan dan untuk pemberdayaan masyarakat," jelas Supardiono.<B>(Roy)<P>