Berdasarkan fakta sembilan tahun terakhir, konsumsi rokok tiap tahunnya hanya dua kali mengalami penurunan, yaitu di tahun 2012 dan 2016. Saat harga cukai tembakau naik mencapai 16 persen dan 14 persen, dimana pada saat tarif cukai naik signifikan pada 2012 sebesar mencapai 16 persen, sedangkan volume penjualan rokok turun -5,6 persen menjadi 302,5 miliar batang dari sebelumnya 320,3 miliar batang. Sementara itu, pada tahun 2016, saat cukai naik 14 persen volume penjualan hanya turun 1,37 persen menjadi 316 miliar batang, dibandingkan tahun 2015 sebanyak 320,4 miliar batang.
Selanjutnya di tahun-tahun lainnya, kenaikan cukai tidak berdampak pada penurunan volume penjualan. Secara rata-rata volume penjualan sembilan tahun terakhir naik, dimana ketika cukai naik sebesar 11 persen dan 10 persen di tahun 2017 dan 2018.
Dengan demikian, jika melihat data atau fakta-fata yang sebelumnya pada tahun 2012 menunjukkan bahwa ketika pemerintah menaikan tarif cukai sebesar 14-16 persen maka volume penjualan rokok turun signifikan, sedangkan pada saat terjadi kenaikan 10-11 persen tingkat penjualan masih menghasilkan hasil yang positif.Â
“Oleh karena itu, menurut saya bahwa kenaikan cukai rokok sampai 23 persen sangat tinggi dan diprediksi akan menurunkan penjualan rokok dan berdampak luas kepada hal lainnya seperti pengangguran, inflasi termasuk rokok ilegal yang disebabkan oleh menurunnya tingkat volume penjualan ini. Oleh karena itu, berkaca fakta sebelumnya (tahun 2012 dan 2016) maka kenaikan cukai rokok yang optimal sekitar 10-12 persen dan kenaikan harga eceran berkisar di bawah 15 persen. “ tegasnya.(Lmg)