Mencetak rengginang tulang ikan ternyata tak semudah bayanganku. Berkali-kali aku meringis merasakan panas yang menjalari jari-jariku saat mencoba membuatnya. Banyaknya peminat rengginang tulang ikan mendasari pasangan suami istri ini bekerja giat memenuhi permintaan pelanggan.
Peminatnya tak hanya dari Purworejo dan sekitarnya, kali ini sudah merambah ke beberapa kota lain seperti Jakarta, Yogyakarta, Tanggerang, Mojokerto, dan Surabaya. “Bupati Purworejo jika rengginangnya habis juga selalu minta kami untuk mengirim lagi,†ungkap Pak Agung.
Diminati oleh semua kalangan, membuat Pak Agung semakin ingin mengembangkan sayap dari usahanya. “Masih main di titik aman dengan rengginang mentah karena jika sudah digoreng packingnya harus aman agar tidak remuk, dan itu menjadi proses kita kedepannya,†paparnya menyikapi permintaan konsumen dari negara Korea untuk menembus pasar luar negeri.
Meskipun dijual mentah, cara penggorengan rengginang ini hanya seperti menggoreng kerupuk biasa. Cukup dengan minyak yang panas dan pengggorengan sekali saja, renginggang tulang ikan sudah dapat dinikmati.
“Kalau cuaca sedang panas pembuatan rengginang tulang ikan bisa mencapai 20 kg per hari karena untuk proses penggeringannya membutuhkan waktu paling lama tiga hari. Sedangkan untuk daya tahan setelah dikemas bisa mencapai satu tahun,†papar Pak Agung sembari membawa setampah rengginang yang siap dikemas.
Jenkid Cans, begitulah label yang terbaca dari stiker di plastik kemasan. Jenkid merupakan singkatan dari Jenar Kidul. Hal tersebut bertujuan untuk mengangkat nama desa.
Cans merupakan singkatan dari nama anak-anaknya yang bila diartikan dalam Bahasa Indonesia berarti kaleng. Hal itu berdasar dari keinginan untuk membuat bentuk kemasan kaleng kedepannya.