Kain Troso Khas Jepara, Wastra Tradisional yang Diwariskan Turun Temurun

Photo Author
- Rabu, 24 September 2025 | 10:30 WIB
Alat tenun bukan mesin masih digunakan untuk membuat kain tenun troso di Jepara. (Judiman)
Alat tenun bukan mesin masih digunakan untuk membuat kain tenun troso di Jepara. (Judiman)

Kain Troso dibuat secara tradisional menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Kain ini ditenun oleh para pengrajin yang berasal dari Desa Troso. Kehadiran kain Tenun Troso dimulai pada saat masuknya agama Islam ke daerah Jawa Tengah dan sekitarnya, tepatnya pada saat berdirinya Kerajaan Mataram Islam.

Konon, sejarah tenun Troso dimulai saat pertama kali dipakai oleh Mbah Senu dan Nyi Senu dalam pertemuan dengan ulama besar, yaitu Mbah Datuk Guanardi Singorejo saat berdakwah di Desa Troso.

Baca Juga: Jenguk Ibu, Terpidana Kasus KDRT Diringkus

Kala itu, kain tenun ikat ini dibuat khusus sebagai pelengkap pakaian tokoh terkenal dan terpandang di masyarakat. Pun dari penuturan masyarakat Desa Troso, mereka mengenal kain tenun ikat ini sejak zaman kolonial Belanda.

Pada tahun 1935, masyarakat Desa Troso masih menggunakan teknik sederhana saat membuat kain tenun, teknik tersebut dinamakan teknik tenun gedhong.

Selanjutnya di kala keahlian mereka mulai berkembang yakni sekitar tahun 1943, warga Desa Troso mulai membuat kerajinan tenun dengan teknik pancal yang kemudian dinamakan tenun Pancal.

Kemudian seiring berjalannya waktu, warga Desa Troso beralih menggunakan alat yang lebih mudah dan efisien.

Sejarah kain tenun Troso dan perkembangan hingga kondisi terkini, dapat dibagi dalam beberapa fase. Rentang tahun 1935, masyarakat Desa Troso sudah mengenal kain tenun yang dibuat adalah kain tenun Gedhong.

Dalam masa itu, kain tenun hasil tenunan pengrajin lokal hanya dipakai untuk menemui ulama-ulama besar yang berada di Desa Troso. Kemudian setelah tahun 1935, kain tenun mulai dijual secara masaal dan penggunaannya pun semakin beragam.

Menginjak akhir tahun 1970-an, kondisi keberadaan Kain Tenun Troso mengalami kelesuan. Sekitar tahun 1980-an, warga Desa Troso berhasil bangkit kembali, namun ternyata kondisi tersebut tidak bertahan lama.

Tahun 1985 hingga 1998, kondisi keberadaan Kain Tenun Troso mengalami kelesuan kembali. Kelesuan tersebut karena Indonesia saat itu mengalami inflasi atau naiknya nilai mata uang terhadap dolar.

Baca Juga: SD Muhammadiyah Jogokariyan Cetak Pemimpin Cilik Lewat Leadership Training Series

Inflasi tersebut tentu berdampak pada produksi kain tenun Troso. Harga bahan baku semakin naik, pemasaran kain tenun pun semakin sulit. Tentu dampak harga jualnya tentu turut mengalami kenaikan.

Praktis saat itu, konsumen yang membeli kain tenun Troso jumlahnya menurun. Kelesuan tersebut diperlihatkan juga dari beberapa pengusaha kerajinan tenun yang mulai gulung tikar.

Pada tahun 1998 hingga 2020, sejumlah peristiwa nasional turut mempengaruhi kondisi keberadaan industri Kain Tenun Troso.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Bangkitnya Kebaya Menjadi Fashion Terkini

Jumat, 21 November 2025 | 21:45 WIB
X