GeNose Reliable untuk Screening Covid-19, Begini Penjelasan Menristek

Photo Author
- Jumat, 2 April 2021 | 17:50 WIB

PEMANFAATAN GeNose untuk melakukan pendeteksian awal Covid-19 sudah mulai diterapkan di beberapa stasiun, dan rencananya akan mulai berlaku di bandara. Namun GeNose sendiri ternyata masih diragukan keefektifannya oleh sejumlah ahli, terutama epidemiolog.

Mengenai hal tersebut, Menteri Riset dan Teknologi, Bambang Brodjonegoro mengatakan, GeNose dipastikan sudah mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan sebelum digunakan di publik.

Sebelum mendapatkan izin tersebut, Bambang menuturkan GeNose sudah dilakukan uji validasi di depan para ahli yang mendampingi Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes.

"Kemudian, GeNose juga menggunakan sampel yang tidak sedikit, sesuai permintaan Kemenkes, ada sekitar 2.000 sampel," tutur Bambang saat berbicara dalam acara Bincang Editor yang digelar Liputan6.com, Rabu (31/3/2021).

Hasilnya, GeNose menunjukkan tingkat sensitivitas 92 persen dan spesifisitas 90 persen. Di samping itu, GeNose juga menggunakan pendekatan berbasis kecerdasan buatan, sehingga data di dalamnya dapat selalu diperbarui.

Menurut Bambang, dengan semakin sering GeNose dipakai, data yang dikumpulkannya akan semakin dan membuatnya semakin pintar. Dengan data yang dikumpulkan, kemampuan GeNose pun seharusnya bisa lebih akurat.

"Karena kategorinya machine learning, yakni mesin yang terus belajar membuatnya lebih canggih dan lebih akurat. Dengan pendekatan kecerdasan buatan itu, kami cukup yakni GeNose ini sangat reliable," tutur Bambang.

Menyoal kemungkinan terjadi kesalahan, Bambang mengatakan metode lain pun tidak menutup kemungkinan dapat memberikan hasil yang salah, mengingat sensitivitas dan spesifisitas yang tidak mencapai 100 persen.

"Jadi, tetap ada ruang untuk kesalahan, tapi ruang itu kecil," ujarnya melanjutkan. Kendati demikian, Kemenristek tetap meminta UGM sebagai inventor untuk menjaga konsistensi produk, terutama saat masuk industri dan memproduksi dalam jumlah banyak.

Alasannya, menurut Bambang, masalah yang dihadapi kadang bukan di penelitian atau metodenya, melainkan di manufaktur yang belum terbiasa membuat alat kesehatan. Padahal, alat kesehatan biasanya membutuhkan akurasi dan detail yang sangat tinggi.

Menyoal kemungkinan terjadi kesalahan, Bambang mengatakan metode lain pun tidak menutup kemungkinan dapat memberikan hasil yang salah, mengingat sensitivitas dan spesifisitas yang tidak mencapai 100 persen.

"Jadi, tetap ada ruang untuk kesalahan, tapi ruang itu kecil," ujarnya melanjutkan. Kendati demikian, Kemenristek tetap meminta UGM sebagai inventor untuk menjaga konsistensi produk, terutama saat masuk industri dan memproduksi dalam jumlah banyak.

Alasannya, menurut Bambang, masalah yang dihadapi kadang bukan di penelitian atau metodenya, melainkan di manufaktur yang belum terbiasa membuat alat kesehatan. Padahal, alat kesehatan biasanya membutuhkan akurasi dan detail yang sangat tinggi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: danar

Tags

Rekomendasi

Terkini

Akademisi Desak Pemerintah Tegas Atur Kental Manis

Senin, 15 Desember 2025 | 20:38 WIB

Siap-siap, Chef Devina Punya Format Konten Terbaru

Kamis, 11 Desember 2025 | 13:40 WIB
X