Krjogja.com - Gunungkidul - Upacara adat "Bukaan Cupu Kyai Panjala" yang dilaksanakan pada Senin malam, 14 Oktober 2024, di Gunungkidul, Yogyakarta, kembali memukau ribuan pengunjung dari berbagai daerah. Acara ini merupakan tradisi tahunan yang tidak hanya memelihara warisan budaya lokal tetapi juga menjadi momentum penting dalam menjaga kesakralan dan kebersamaan masyarakat. Tahun ini, upacara tersebut menjadi istimewa karena dipimpin oleh juru kunci baru, Romo Medi Suminarno, yang menggantikan alm. Dwijo Sumarto, sang juru kunci lama yang telah berpulang.
Tradisi ini memang telah menjadi bagian integral dari identitas masyarakat Gunungkidul. Meskipun sudah berlangsung bertahun-tahun, setiap pelaksanaan tetap menjaga nilai-nilai sakral dan spiritual yang ada. Dalam upacara kali ini, terdapat beberapa perubahan signifikan, terutama dalam aturan pelaksanaan. Salah satu perbedaan utama adalah tidak diperbolehkannya peliputan atau siaran langsung, yang bertujuan untuk menjaga kesakralan acara tersebut.
Upacara ini dihadiri oleh berbagai elemen penting, mulai dari Abdi Dalem Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Kraton Solo, hingga Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul. Kehadiran tokoh-tokoh ini menunjukkan betapa pentingnya acara ini bagi masyarakat dan budaya daerah. Selain itu, turut hadir juga Panewu Panggang, Lurah Girisekar, serta sejumlah tokoh adat dan tokoh masyarakat setempat.
Dalam upacara tersebut, Juru Kunci Romo Medi Suminarno membacakan hasil dari Bukaan Cupu Kyai Panjala. Setiap bagian dari hasil tersebut mengandung simbol dan pesan tertentu yang hanya dapat dimaknai oleh mereka yang memahami ritual ini. Beberapa hasil yang dibacakan antara lain adalah "siseh kidul wetan ono gambar manuk marep ngulon" dan "siseh kulon gambar kucing ngadek," yang mencerminkan keberagaman simbol yang dapat ditemukan dalam upacara tersebut.
Simbol-simbol yang muncul dalam hasil bukaan cupu ini tentu mengandung makna mendalam yang terkait dengan kehidupan spiritual masyarakat Gunungkidul. Setiap gambar yang muncul pada proses tersebut membawa pesan penting tentang keharmonisan alam, kehidupan, dan hubungan antara manusia dengan kekuatan-kekuatan gaib yang diyakini ada di sekitar mereka. Misalnya, "siseh kidul ono gambar wedus marep ngidul" menggambarkan simbolisasi kehidupan yang penuh ketenangan dan keseimbangan.
Hal yang menarik dalam pelaksanaan tahun ini adalah ketatnya aturan yang diterapkan dalam upacara. Tidak ada siaran langsung yang diperbolehkan, yang menunjukkan betapa masyarakat Gunungkidul menghargai kesakralan acara tersebut. Ini menjadi pesan penting bahwa ritual adat tidak hanya sekedar acara, tetapi juga merupakan bentuk komunikasi spiritual dengan alam dan leluhur.
Selain itu, turut serta dalam acara ini adalah berbagai tokoh dari luar daerah yang ikut hadir untuk menyaksikan dan merasakan kedalaman spiritual dari upacara ini. Mereka datang tidak hanya sebagai penonton, tetapi juga sebagai bagian dari proses pelestarian budaya yang terus berkembang di masyarakat. Dengan partisipasi yang besar ini, acara ini semakin menunjukkan bahwa tradisi lokal memiliki daya tarik yang kuat dan relevansi yang tak lekang oleh waktu.
Dalam kaitannya dengan perkembangan budaya lokal, Bukaan Cupu Kyai Panjala 2024 menjadi refleksi penting dari kekuatan adat dan kepercayaan masyarakat Gunungkidul. Sebagai upacara yang penuh makna, ia menyatukan masyarakat dalam suasana yang penuh dengan kekhidmatan dan rasa saling menghormati. Hal ini juga terlihat dari hadirnya berbagai elemen budaya dan masyarakat dari luar daerah yang turut memeriahkan upacara ini.
Perubahan yang terjadi dalam ritual ini, dengan adanya larangan peliputan dan siaran langsung, menunjukkan bahwa ada upaya besar untuk menjaga nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya. Ini sejalan dengan prinsip dasar yang dipegang teguh oleh masyarakat Gunungkidul, yakni menjaga kesakralan dan kekhidmatan acara yang sudah diwariskan turun-temurun.
Pada dasarnya, upacara ini menjadi momen untuk merayakan keberagaman dan kehidupan bersama yang penuh dengan simbol-simbol kebijaksanaan dan kearifan lokal. Selain itu, proses bukaan cupu juga diyakini sebagai cara untuk memohon perlindungan dan keselamatan dari kekuatan gaib yang ada di alam semesta. Dengan demikian, pelaksanaan upacara ini bukan hanya sekadar ritual, tetapi merupakan sebuah doa dan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sebagai juru kunci baru, Romo Medi Suminarno memiliki peran yang sangat besar dalam menjaga kelangsungan dan keaslian ritual ini. Sebagai penerus dari Alm. Dwijo Sumarto, ia diharapkan dapat membawa perubahan positif sekaligus menjaga kearifan lokal yang sudah ada. Peran juru kunci dalam tradisi ini sangat penting karena mereka menjadi perantara antara dunia manusia dan alam gaib dalam pelaksanaan ritual tersebut.
Upacara Bukaan Cupu Kyai Panjala 2024 juga menjadi ajang untuk memperkenalkan budaya Gunungkidul kepada dunia luar. Dengan kehadiran ribuan pengunjung dari luar daerah, acara ini juga berperan sebagai sarana promosi budaya yang dapat menarik perhatian wisatawan maupun peneliti budaya. Ini menunjukkan bahwa tradisi lokal masih memiliki daya tarik yang kuat dalam era modern ini.
Dengan semakin berkembangnya teknologi dan media sosial, kesadaran untuk menjaga dan melestarikan upacara adat menjadi tantangan tersendiri. Namun, dengan penerapan aturan ketat pada ritual ini, seperti larangan peliputan, masyarakat Gunungkidul ingin mengingatkan kita bahwa ada nilai-nilai yang tidak bisa diukur dengan teknologi. Kesakralan, makna, dan spiritualitas dari acara ini hanya dapat dipahami oleh mereka yang hadir dengan niat tulus dan penuh hormat.
Sebagai penutup, upacara adat Bukaan Cupu Kyai Panjala 2024 memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga tradisi dan kearifan lokal di tengah kemajuan zaman. Ini adalah momen bagi masyarakat Gunungkidul untuk memperkuat identitas budaya mereka dan mengingatkan kita semua akan pentingnya rasa kebersamaan, kesakralan, dan keharmonisan dengan alam.