Ratu Ageng Tegalrejo wafat t17 Oktober 1803, setelah sakit demam parah akibat dari tercebur di kolam ikan. Pada waktu yang bersamaan Gunung Merapi meletus. Suasana sangat tegang dan penuh duka karena wafatnya perempuan perkasa.
Ia dimakamkan di makam para raja trah Mataram di Pasarean Imogiri Bantul, dikenal dengan nama Pajimatan Girirejo Imogiri Bantul Yogyakarta. Pada waktu itu usia Pangeran Diponegoro masih belasan tahun.
Ratu Ageng Tegalrejo merupakan  perempuan utama yang mengasuh, menginspirasi dan membentuk karakter  Raden Mas Ontowiryo hingga tumbuh menjadi sosok  Pangeran Diponegoro yang gagah berani dalam melawan Belanda melalui Perang Jawa (De Java Oorlog, 1825 – 1830) yang sangat ditakuti oleh tentara Belanda dan membuat Pemerintah Belanda bangkrut.
Sungguh disayangkan, esksistensi dan peran Ratu Ageng Tegalrejo hanya tersurat samar-samar dalam lembar sejarah Indonesia. Foto-fotonya juga sulit ditemukan.
Menurut Ki Sono Puspahadi, pengamat sejarah kerajaan-kerajaan dan raja-raja di Pulau Jawa-Bali khususnya, memberikan argumen.
“Sangat mungkin Ratu Ageng Tegalrejo yang cerdas dan rendah hati itu tipe perempuan yang tidak suka pencitraan. Ia konsentrasi pada misi-visi hidupnya: kerja, studi, beribadah dan membesarkan cicitnya menjadi sosok priyagung yang linuwih – Raden Ontowiryo yang kemudian dikenal sebagai Pangeran Diponegoro," katanya.
Ki Sono Puspahadi melanjutkan, selain itu, sangat mungkin Ratu Ageng Tegalrejo memang menyembunyikan jatidirinya agar tidak dikenali dan diserang oleh musuh-musuhnya. Sehingga agak sulit ditelusuri jejak kehidupannya dan tampilan profilnya.
Misalnya, sangat mungkin ia tidak mau dilukis, sehingga tidak ada peninggalkan lukisan profilnya. Alat foto pada waktu itu juga masih langka dan itu tentunya milik Belanda. Sangat mungkin Ratu Ageng menolak difoto dengan alat milik Belanda, maka tidak ada foto tentang tampilan dirinya.
Literasi Digital untuk Membangkitkan Wasiat yang Tersirat
Mencari materi untuk menulis riwayat Ratu Ageng memang tidak mudah, tapi apa yang saya peroleh dapat dijadikan bahan untuk mementaskan Drama Musikal Ratu Ageng Tegalrejo. Tujuannya untuk membangkitkan wasiat-wasiat ajarannya yang mulia, yang tersirat dalam buku Babad Diponegoro yang ditulis oleh Pangeran Diponegoro dan Takdir yang ditulis oleh sejarawan Peter Carey.
Drama Musikal Wasiat Ratu Ageng Tegalrejo (Dramus WRAT) bisa terwujud melalui Program Literasi SMP-SMA Don Bosco 2 Pulomas Jakarta yang sejak tahun 2014 saya mentori, sebelum Pemerintah mencanangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Telah enam judul buku yang diterbitkan mengusung misi pelestarian lingkungan yang bertajuk Don Bosco Green Pen, yang dicetuskan oleh L. Asri Indah Nursanti yang pada waktu itu sebagai Kepala SMP Don Bosco 2 Pulomas (ketika artikel ini saya tulis , Asri sebagai Kepala SMA Don Bosco 2 Pulomas).
Saya pribadi baru meluncuran Gerakan Sastra Hijau untuk Merawat dan Melestarikan Bumi - Rumah Kita Satu-satunya.
Sejalan dengan lajunya pengembangan teknologi dan memasuki Era Revolusi Industri 4.0, program literasi di SMP-SMA Don Bosco 2 Pulomas ditingkatkan menjadi Literasi Digital (LD). Yaitu, selain melakukan kegiatan menulis, fotografi dan senirupa juga cinematic (membuat film-video diawali dengan menulis skrip  dan menghadirkan tim kreatif, tim produksi serta para pemainnya/talentnya). Semuanya itu dilakukan oleh anak didik peserta program literasi.