SOLO, KRJOGJA.com - Sejarawan UNS Dr. Susanto, M.Hum. mengatakan dalam historis suksesi di Praja Pura Mangkunegaran tidak ada pola tetap.Dalam suksesi Mangkunegaran tidak harus putra bisa cucu. "Kepemimpinan di Pura Mangkunegaran pendekatannya secara tradisional namun juga situasional. Yang penting bagaimana kemampuannya sebagai leader. Serta memelihara hubungan gusti dengan kawula Mangkunegaran" papar Dr Susanto saat seminar dengan tema “Memetri Nilai-Nilai Mangkunegaran dalam Tantangan Masa Depan†di Fave Hotel, Manahan , Solo, Rabu (3/10/2021).
Selain Susanto bertindak sebagai pembicara Prof. Dr. Suhartono Wiryopranoto, Sejarawan Universitas Gadjah Mada. Pembicara lainnya ST. Wiyono, S.Kar. Budayawan dari Taman Budaya Jawa Tengah. Sedang moderator F. Hari Mulyanto, S.Kar., M.Hum. dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.
Sementara Prof Dr Suhartono Wiryopranoto mengutip pakar sejarah Sartono Kartodirdjo, masalah pergantian kepemimpinan selalu mengundang perhatian dan tanda tanya, yaitu siapakah yang akan menggantikan kepemimpinan di suatu lembaga dan apakah penggantinya sesuai dengan cita-cita khalayak yang ujung-ujungnya membawa kesejahteraan dan kedamaian masyarakat.
"Tentu saja pergantian ini sudah semestinya dilakukan secara fair, mengikuti tata cara yang berlaku dan seandainya ada penyimpangan dapat diselesaikan dengan musyawarah dengan menjunjung nilai-nilai luhur di lembaga itu. Akan tetapi sering pula terjadi penyimpangan dalam pergantian kepemimpinan ini sehingga menimbulkan prahara, ontran-ontran, konflik antarpihak calon pengganti. Malah-malah terjadi pengerahan masa yang mendukung calonnya masing-masing sehingga terjadi kles, kekerasan fisik, konflik terpendam, persaingan keluarga, jothakan alias tidak tegur sapa, dan lain sebagainya," papar Suhartono.
Menurut Prof Suhartono dampaknya selalu negatif, yaitu tidak akur, perpecahan dan lebih besar lagi membahayakan persatuan bangsa. Prof Suhartono yang lahir di Boyolali dan dibesarkan di Klaten sehingga lebih merasakan aura Praja Mangkunegaran dan Kasunanan Surakarta pewaris Kerajaan Mataram selain Kasultanan Yogyakarta dan Puro Pakualaman.
Subject matter, lanjut Prof Suhartono yang diminta oleh panitia adalah untuk mengaitkan pergantian tahta di istana MN ini agar tidak lepas dari nilai-nilai luhur yang telah dilakukan sejak pergantian MN (Mangkunegaran) I hingga MN VIII. Dikatakan bahwa aspek kultural lebih mengena ketimbang politik (Soejatno, 1971), yang tujuannya dalam jangka pendek agar tidak terjadi 'masalah' dan jangka panjang agar Himpunan Kawula Muda Mangkunegaran (HKMM) tetap berpegang teguh pada nilai luhur di era digital.
"Karena era digital ini, di satu sisi mempunyai daya destruktif luar biasa, paling labil mampu menggoyahkan sendi-sendi dan melunturkan nilai luhur (high value), kearifan lokal (local wisdom), dan karakter bangsa (nation character). Nilai adalah komitmen bersama tentang suatu hal meski secara kualitatif telah diakui sebagai sesuatu yang penting dan sangat berguna bagi sekelompok orang atau komunitas. Orang bisa membedakan antara harga dan nilai, yang bisa saya bedakan antara harga atau rega dan nilai atau aji. Meski secara struktural nilai atau aji bisa dibedakan menjadi aji luhur (inggil), madya, dan andhap," tuturnya.
Terkait pihak HKMM telah bersurat ditujukan kepada prameswari Gusti Kanjeng Putri (GKP) Prisca Marina Mangkunegoro IX, pihak KRTH Hartono Wicitrokusumo, Ketua Yayasan Tridarmo Mangkunegaran mengatakan pihaknya juga telah berkirim surat baik kepada GKP Prisca Marina juga Gusti Ratu Ayu (GRAy) Retno Satuti Rahadiyan Yamin dan GRAy Retno Rosati Hudiono Kadarisman. Ketiganya adalah Keluarga Inti yang berwenang memilih Mangkunegoro X.
Menurut Hartono Himpunan Kerabat Mangkunegaran (HKMN) Suryasumirat sebagai wakil dari Kerabat Mangkunegaran/Trah Mangkunegoro I sampai dengan Mangkunegoro IX beserta Trah Punggawa Baku Kawandoso Joyo Mangkunegoro I bersikap bahwa figur Mangkunegoro X harus bersih. Selain itu Mangkunegoro X harus hanebu sauyun serta bisa
mengakomodir tiga pilar.Tiga pilar itu diantaranya :
1. Yang Jumeneng Mangkunagoro sebagai Pengageng Pura yang menjalankan kebijakan dan managemen Puro sebagai Pusat Budaya Jawa.
2. HKMN Suryasumirat mengorganisir dan mempersatukan Kerabat Mangkunegaran.