Menurut budayawan dan sekaligus tetua masyarakat Sukolilo, kiai Arifin, perayaan Meron merupakan bukti sejarah, peran Walisongo kala itu, untuk mensyiarkan agama Islam ditanah Jawa.
Dikisahkan, tradisi ini dari Solo dibawa oleh Mbah Surodirono (adik Temenggung Cengkalsewu). Lalu mbah Surodipuro yang berjuluk Mbah Khulmak (yang berarti Gegenti atau pengganti), mengajak masyarakat Sukolilo setiap tanggal 12 Maulid untuk bersedekah mengadakan gunungan yang disebut Meron.
"Peristiwa ini dimulai sekitar tahun 1800an. Dan akhirnya, Meron Sukolilo bisa berlangsung sampai sekarang" kata kiai Arifin.
Sementara dalam khasanah yang lain, pengertian meron diambil dari bahasa Kawi “Meru", yang berarti gunung dan menjadi ikon pada perayaan tradisi ini. Sedang Meron dari Bahasa Jawa Kuno “Merong", atau mengamuk, artinya tradisi ini memperingati peristiwa perang Mataram-Pati. (Cuk)