PURWOREJO, KRJOGJA.com - Pandemi Covid-19 berdampak pada sektor UMKM di Kabupaten Purworejo. Mereka yang bekerja sebagai pedagang makanan keliling, kesulitan mendapat penghasilan. Bahkan ada yang berhenti berjualan dan tidak bisa beralih ke pekerjaan lainnya.
Cerita itu ada pada Arry Supri Yadi (43) pedagang dawet keliling yang mengontrak rumah di RT 02 RW 07 Kelurahan Baledono Kecamatan/Kabupaten Purworejo. Sudah hampir sebulan terakhir ia tidak bisa berjualan. "Sudah berhenti, terpukul sejak anak sekolah diminta belajar di rumah," katanya kepada KRJOGJA.com, Minggu (19/4/2020).
Penghasilannya anjlok drastis karena sebagian besar konsumennya adalah anak sekolah. Selain itu, kondisi kota yang lebih sepi imbas pandemi juga turun menurunkan pendapatan.
Arry mengaku mencoba berjualan setelah pemerintah membuat kebijakan belajar di rumah. Hasilnya memprihatinkan, dawet ireng khas Purworejo yang ia jual hanya laku 4 - 6 gelas meski sudah seharian berdagang.
"Saya hanya bertahan dua minggu, setelah itu modal habis dan berhenti sampai sekarang," tuturnya.
Arry pun mencoba beralih profesi menjadi juru parkir. Ia juga menjadi ojek pangkalan dengan meminjam motor kawannya. Tetapi, hasilnya tidak juga seberapa, tidak cukup menghidupinya, istrinya Ririn Kundiarni dan ketiga anaknya, Neylovita, Azzam, serta si bungsu Nathan.
Menurutnya, Ririn akhirnya memutuskan berangkat mencari nafkah sebagai pembantu rumah tangga di Yogyakarta. Arry tinggal dan bekerja serabutan di Purworejo sembari mengasuh ketiga anaknya. "Biasanya tiap hari kasih kabar, tetapi dua hari ini belum menghubungi," ucapnya.
Untuk mencukupi kebutuhan makan, Arry terpaksa meminjam kepada teman. Ia juga dibantu beberapa kawannya yang prihatin dengan kondisi keluarga itu. "Kalau pas habis, kami terpaksa jual perabot yang ada di rumah. Sudah dua lemari, televisi, parabola, dan sebagian pakaian istri saya dijual untuk beli makan anak-anak," ujarnya.
Selain itu, untuk menghemat pengeluaran, keluarga Arry terpaksa makan dua kali sehari. "Ya bagaimana lagi, kalau sedang ada bisa tiga kali. Tapi kondisi sekarang, terpaksa dua kali sehari," katanya.
Arry mengaku belum pernah mendapat bantuan pemerintah. Bahkan keluarganya tidak masuk program bantuan apapun dari pemerintah pusat mulai PKH hingga subsidi kesehatan. Kendala ia tidak bisa mengakses bantuan adalah status kependudukannya yang masih tercatat sebagai warga ber-KTP Jakarta.
Ia paham kondisi itu akan menyulitkan proses administrasi. "Sudah tiga tahun belakangan coba diurus kepindahan saya dari Jakarta, saya mau cabut KTP di sana dan ingin jadi warga Purworejo, tapi tidak bisa. Kata petugas di Jakarta, NIK saya sudah dipakai atas nama orang lain," terangnya.