KRjogja.com - INDONESIA merupakan negara hukum yang mana banyak terdapat Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah dan Peraturan lainnya sehingga, sering ditemui adanya tumpang tindih peraturan dan juga bertentangan antara peraturan yang satu dengan peraturan yang lainnya.
Dalam hal ini adanya tumpang tindih peraturan terkait perolehan jangka waktu hak atas tanah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 Tentang Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara dan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) yang memiliki selisih yang cukup panjang sehingga, memunculkan konflik agraria.
Kedua regulasi tersebut terdapat adanya perbedaan jangka waktu pemberlakuan hak atas tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 Tentang Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara jangka waktu hak atas tanah berdasarkan Pasal 18 ayat (1) jangka waktu Hak Guna Usaha (HGU) diatas Hak Pengelolaan (HPL) diberikan paling lama 95 tahun, Pasal 19 ayat (1) jangka waktu Hak Guna Bangunan (HGB) paling lama 80 tahun, serta Hak Pakai di atas Hak Pengelolaan (HPL) paling lama 80 tahun. Sedangkan dalam dan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) Pasal 29 jangka waktu Hak Guna Usaha (HGU) berikan paling lama 25 tahun, Pasal 35 Hak Guna Bangunan (HGB) jangka waktu paling lama 30 tahun serta Hak pakai jangka waktu selama tanah tersebut dipergunakan untuk keperluan tertentu.
Baca Juga: Pria WNA Dikecam Karena Diduga Lecehkan Orang Utan, Videonya Viral
Berdasarkan jangka waktu tersebut terdapat perbedaan yang sangat signifikan, seperti halnya dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) hanya mengatur perpanjangan hak sedangkan, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 Tentang Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara mengatur mengenai pemberian hak, perpanjangan dan juga pembaharuan hak, sehingga akibat yang ditimbulkan dari pemberian hak dengan jangka waktu yang panjang dapat mengakibatkan monopoli penguasaan atas tanah. Terlebih lagi tidak hanya berlaku terhadap Warga Negara Indonesia melainkan juga berlaku untuk Warga Negara Asing atau Perusahaan asing sehingga, pemerintah harus memastikan bahwa Perusahaan asing tidak memiliki hak kepemilikan atas tanah serta tidak melampaui batas.
Penguasaan tanah dan pemanfaatan tanah yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) bertujuan untuk menjamin terwujudnya kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia sehingga, dengan adanya perpanjangan jangka waktu hak atas tanah dapat mengakibatkan kapitalisme yang dapat dimanfaatkan oleh sekelompok orang maka dari itu perlunya penyesuaian antara Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 Tentang Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara. Sehingga tidak menimbulkan ketidakpastian hukum, perbedaan penafsiran dan pelaksanaannya dengan cara mengubah Pasal tertentu yang bertentangan dengan Pasal lainnya.
Pengujian Peraturan Perundang-Undangan dibawah Undang - undang terhadap Undang-Undang kepada Mahkamah Agung, dengan begitu tidak terjadi tumpang tindih mengenai jangka waktu penguasaan hak atas tanah dan tidak merugikan negara serta melakukan pembatasan kepemilikan baik individu maupun badan hukum sebagaimana berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA). (Penulis: Dhea Anggit Dwiana, Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada)