Cerita dari Bambar dan Doyo Lama, Jejak Pengabdian TIM KKN-PPM UGM di Tanah Papua

Photo Author
- Minggu, 24 Agustus 2025 | 21:50 WIB
Tim KKN-PPM UGM yang bertugas di Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. (Sumber foto: Tim Jejak Jayapura)
Tim KKN-PPM UGM yang bertugas di Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. (Sumber foto: Tim Jejak Jayapura)

"Di Doyo Lama ada tempat wisata yang sudah masuk dalam top 500 Anugerah Destinasi Wisata Indonesia (ADWI), yaitu Bukit Tungku Wiri. Nah, di sana kami juga membantu membuat papan sapta pesona yang menjadi tambahan dekorasi. Kami juga sempat membantu warga mempromosikan dagangan mereka, yaitu noken (tas rajut khas Papua) lewat media sosial. Selain itu, di sekolah yang ada di Doyo Lama, kami turut mengajar anak-anak karena tenaga pendidik di situ sedikit," jelas Frank.

Tim Jejak Jayapura juga sempat dikunjungi oleh Rektor UGM, Prof. Ova Emilia, saat tengah melaksanakan program kerja di Desa Bambar pada Rabu (23/7) silam. "Kemarin, Rektor sempat datang, dan kami sekaligus menunjukkan proker kami di bidang kesehatan (general check-up) karena beliau kan berasal dari kedokteran," ujar Frank.

Kedatangan Rektor UGM ke Papua juga membuahkan hasil yang tidak diduga. Frank menambahkan bahwa dari kunjungan tersebut, pemerintah Papua berniat menjalin kerja sama dengan UGM, antara lain melalui rencana pengadaan program beasiswa dan sejenisnya bagi putra-putri terbaik Papua.

"Puji Tuhan, berkat kunjungan itu, pemerintah Papua juga ingin membangun kerja sama dengan UGM, seperti pengadaan beasiswa untuk putra-putri terbaik Papua. Setahu saya, sekarang sedang dalam proses penyusunan MoU dan PKS-nya," tutur Frank.

Selama 50 hari berada di tanah Papua, kebersamaan dengan warga Desa Bambar dan Doyo Lama meninggalkan kesan yang mendalam bagi Tim Jejak Jayapura. Warga yang ramah, terbuka, dan penuh semangat membuat para mahasiswa merasa diterima bak keluarga sendiri.

"Warga di sini (di Bambar dan Doyo Lama) sangat baik kepada kami, dan mereka benar-benar menunjukkan arti kebersamaan dan toleransi. Intinya, kami merasa benar-benar diterima seperti keluarga di sini," ujar Frank.

Pun, Frank mengaku bahwa gotong royong dan nilai-nilai solidaritas masih sangat mengakar di Tanah Papua. "Warga sempat bingung, kenapa anggota tim kami selalu terpisah-pisah saat menjalankan proker, ada yang di sekolah, ada yang di rumah warga, dan lain-lain. Mereka justru menyuruh agar kami melakukannya bersama-sama, sebab budaya gotong royong di sini masih sangat kuat," tuturnya.

Pun saat perpisahan, para anggota Tim Jejak Jayapura turut diantar oleh sejumlah warga desa ketika hendak meninggalkan lokasi pengabdian. Merujuk pada reels viral dari akun Instagram @info_sentani, terlihat momen haru ketika para mahasiswa dan warga saling berpelukan sambil meneteskan air mata, menandai berakhirnya misi pengabdian mereka di Tanah Papua.

"Sehari sebelum kami pulang, saya sempat melapor kepada Ondoafi (kepala suku). Saya meminta agar pada hari Kamis diadakan ibadah, lalu setelah itu kami bisa joget-joget bersama. Di acara perpisahan itulah kami sempat menangis juga," tambahnya.

Bagi tim, pengalaman bersama masyarakat Papua bukan sekadar pelaksanaan program kerja, melainkan juga sebuah perjalanan hati yang sarat akan pelajaran hidup. Selain menjadi bentuk aktualisasi tridarma perguruan tinggi, pengabdian di Tanah Papua ini juga membawa para mahasiswa menemukan wajah Papua yang sesungguhnya, di mana masyarakat desa tumbuh dan hidup dalam semangat kebersamaan dan toleransi yang begitu kuat. (*)

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

Perlu 7 Pilar Fondasi Sistematik Kinerja Aset

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:20 WIB

Lagi, Dr Sihabul Millah Pimpin IIQ An Nur Yogyakarta

Sabtu, 20 Desember 2025 | 20:30 WIB

UMJ Perlu Melangkah ke Universitas Kelas Dunia

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:15 WIB
X