UGM Tekankan Pentingnya Ekonomi Sirkular untuk Hadapi Krisis Lingkungan Global

Photo Author
- Jumat, 7 November 2025 | 15:50 WIB
Luluk Lusiantoro menyampaikan paparan. (Istimewa)
Luluk Lusiantoro menyampaikan paparan. (Istimewa)

Krjogja.com - YOGYA - Dunia tengah berada di ambang krisis lingkungan yang mengancam keberlangsungan hidup manusia. Perubahan iklim, polusi udara, dan hilangnya keanekaragaman hayati kini disebut sebagai Triple Planetary Crisis, yang menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCC, 2022) dapat menurunkan nilai ekonomi global hingga 23 triliun dolar pada tahun 2050. Di tengah situasi itu, penerapan ekonomi sirkular dinilai menjadi jalan keluar yang berkelanjutan untuk menjaga keseimbangan bumi.

Associate Professor bidang Supply Chain and Circular Economy FEB UGM sekaligus Research Associate di University of Cambridge UK, Luluk Lusiantoro PhD, menyatakan bahwa ekonomi sirkular merupakan sistem produksi dan konsumsi yang bersifat regeneratif, di mana sumber daya dikelola agar nilainya tetap terjaga selama mungkin dalam siklus kehidupan produk. "Ekonomi sirkular mengubah paradigma dari konsumsi menuju regenerasi, dari limbah menuju sistem tertutup," ujar Luluk dalam sesi pemaparan di EB Journalism Academy di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Rabu (5/11/2025).

Baca Juga: Riset Baru Ungkap Koleksi Raffles di Inggris Bernilai Fantastis, Terkait Penjarahan Keraton Yogyakarta 1812

Luluk menjelaskan, dalam konsep ini manusia dituntut untuk 'melakukan secukupnya, memulihkan, dan mendidik' sebagaimana prinsip DEGREE Framework. Menurutnya, keberhasilan ekonomi sirkular tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada perubahan pola pikir masyarakat dalam memandang sumber daya alam. "Kita harus berhenti berpikir bahwa sumber daya bisa dieksploitasi tanpa batas," katanya.

Ia menegaskan bahwa nilai ekonomi dari ekosistem dunia mencapai 125 triliun dolar, jauh lebih besar dibanding total Produk Domestik Bruto (PDB) seluruh negara yang hanya 86,5 triliun dolar. "Jika kita kehilangan jasa ekosistem itu, maka kerugian ekonomi manusia akan jauh lebih besar daripada yang kita bayangkan," tuturnya.

Indonesia, menurut Luluk, memiliki potensi besar dalam penerapan ekonomi sirkular mengingat lebih dari 99 persen bisnis di Tanah Air digerakkan oleh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Berdasarkan laporan UNDP 2021, praktik ekonomi sirkular dapat menambah PDB Indonesia hingga Rp 638 triliun pada 2030, menciptakan 4,4 juta lapangan kerja baru, serta mengurangi emisi karbon hingga 126 juta ton. "Ekonomi sirkular bukan pilihan, tapi kebutuhan untuk keberlanjutan bangsa," tegasnya.

Baca Juga: Bertolak ke Solo Hari Ini, Ini Daftar Skuad PSIM Hadapi Derby Mataram

Sementara itu, Kepala Learning Academic and Multimedia Production & Public Relations (LAMPR) FEB UGM, Fitri Amalia, mengatakan bahwa keahlian Luluk dalam bidang rantai pasokan dan keberlanjutan menjadikannya sosok penting dalam pengembangan riset ekonomi sirkular di Indonesia. "Beliau juga mengembangkan aplikasi berbasis kecerdasan buatan untuk mengidentifikasi dan mengelola sampah agar lebih berkelanjutan," ujarnya.

Menutup paparannya, Luluk mengajak seluruh pihak untuk bertransformasi menuju ekonomi yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. "Sudah saatnya kita berpikir tidak hanya tentang keuntungan ekonomi jangka pendek, tetapi juga tentang masa depan bumi tempat kita berpijak," katanya. (Dev)

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Perlu 7 Pilar Fondasi Sistematik Kinerja Aset

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:20 WIB

Lagi, Dr Sihabul Millah Pimpin IIQ An Nur Yogyakarta

Sabtu, 20 Desember 2025 | 20:30 WIB

UMJ Perlu Melangkah ke Universitas Kelas Dunia

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:15 WIB
X