KRjogja.com - YOGYA – Ratusan peneliti, pendidik, dan profesional kesehatan dari berbagai belahan dunia berkumpul di Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta (Unjaya). Mereka hadir untuk membahas strategi penguatan ketahanan kesehatan nasional melalui inovasi layanan kesehatan primer, sebuah isu krusial di era pascapandemi yang masih menyisakan tantangan kesenjangan akses pelayanan kesehatan.
The 4th Unjaya International Conference on Health Science (UNICHS 2025) yang digelar selama dua hari pada Rabu dan Kamis, 12-13 November 2025, menghadirkan perspektif global tentang masa depan sistem kesehatan Indonesia.
Program Studi Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan Unjaya sebagai penyelenggara mengusung tema besar "Nurturing National Health Security Through Primary Health Care Practice: Innovations, Policies, and Practices" atau "Meningkatkan Ketahanan Kesehatan Nasional Melalui Praktik Layanan Kesehatan Primer: Inovasi, Kebijakan, dan Praktik."
Konferensi tahun ini mencatat partisipasi signifikan dengan kehadiran 127 pemakalah dari lebih dari 20 institusi akademik dan organisasi penelitian. Para peserta tidak hanya datang dari dalam negeri, tetapi juga dari enam negara, yakni Indonesia, Jepang, Malaysia, Taiwan, Thailand, Inggris, dan Uganda. Format hybrid yang diterapkan—baik secara luring maupun daring—memungkinkan kolaborasi lebih luas tanpa dibatasi jarak geografis.
Saat pembukaan, Ketua Panitia Konferensi, Ferianto, S.Kep., Ns., M.Kep., melaporkan bahwa keberagaman peserta menjadi kekuatan utama forum ilmiah ini. "Konferensi tahun 2025 ini diikuti oleh 127 pemakalah dari lebih dari 20 institusi akademik dan organisasi, termasuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dengan partisipasi internasional dari Jepang, Malaysia, Taiwan, Thailand, Inggris, dan Uganda," tutur Ferianto, dalam keterangannya, Minggu (16/11/2025).
Kehadiran para peneliti dan praktisi dari berbagai negara ini membuka ruang dialog lintas budaya tentang praktik terbaik layanan kesehatan primer. Diskusi tidak hanya berkutat pada teori, tetapi juga bagaimana inovasi dan kebijakan dapat diterapkan di lapangan untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang terus berubah.
Baca Juga: Musorkot Digelar 20 Desember, KONI Yogya Buka Bursa Bacaketum
Rektor Unjaya, Prof. Dr. rer. nat. apt. Triana Hertiani, S.Si., M.Si., dalam sambutannya menegaskan bahwa teknologi dan sistem kesehatan harus tetap menempatkan manusia sebagai prioritas utama.
Menurut dia, sistem kesehatan yang tangguh tidak hanya ditopang oleh infrastruktur dan teknologi canggih, tetapi juga oleh nilai-nilai kemanusiaan seperti empati, kolaborasi, dan keadilan.
"Layanan Kesehatan Primer (Primary Health Care/PHC) adalah pilar utama sistem kesehatan yang tangguh. Namun kita harus ingat, manusia—bukan sistem—harus tetap menjadi pusat dari pelayanan kesehatan," ujar Triana.
Dia menyoroti pentingnya pendekatan holistik yang mempertimbangkan tidak hanya aspek medis, tetapi juga sosial, ekonomi, dan psikologis pasien. Dalam konteks Indonesia yang memiliki keberagaman geografis dan budaya, pendekatan berbasis komunitas menjadi kunci keberhasilan layanan kesehatan primer.
Rektor juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh panitia dan peserta atas partisipasi aktif mereka. "Kontribusi Anda dalam forum ilmiah yang bermakna ini akan membawa dampak nyata bagi peningkatan kualitas kesehatan masyarakat," ungkapnya.
Baik Rektor maupun Ketua Panitia sepakat bahwa penguatan Layanan Kesehatan Primer menjadi sangat penting di era pascapandemi. Transformasi digital yang semakin masif, perubahan demografi dengan populasi lansia yang terus bertambah, serta kesenjangan akses kesehatan antara perkotaan dan perdesaan menjadi tantangan yang harus segera dijawab.