KRjogja.com - SLEMAN - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Diyah Puspitarini SPd MPd resmi menyandang gelar doktor usai merampungkan ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi (FIPP) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Kamis (21/3/2023). Dalam ujian ini, pengembangan pendidikan toleransi pada siswa sekolah menjadi tema utama dalam disertasi yang ditulisnya.
Dengan mengangkat judul 'Pengembangan Model Manajemen Pendidikan Toleransi untuk Membangun Akhlak Mulia di Sekolah Menengah Pertama, Daerah Istimewa Yogyakarta', Diyah berupaya untuk meminimalisir benih-benih intoleransi yang saat ini muncul pada generasi muda. Pasalnya, saat ini angka intoleransi di kalangan pelajar saat ini dirasa cukup tinggi dan perlu menjadi perhatian, karena hal ini memunculkan sikap diskriminasi hingga kekerasan, terutama di kalangan siswa SMP.
"Dengan adanya pengembangan model manajemen pendidikan toleransi ini menjadi solusi, dimana pendidikan toleransi tidak lagi dipandang sebagai sesuatu hal yang sifatnya seperti mata pelajaran atau materialistis, tetapi justru dengan adanya model manajemen pendidikan toleransi ini seluruh sistem di sekolah digerakkan dan di create untuk membentuk pemahaman toleransi, sikap toleransi dan budaya toleransi siswa," ujarnya kepada wartawan usai menyelesaikan ujian doktor.
Baca Juga: PMI Kota Siagakan Posko di GL Zoo dan Titik Nol Kilometer Saat Libur Lebaran
Dengan tingginya angka intoleransi tersebut, maka manajemen pendidikan toleransi ini menurutnya sangat penting sebagai upaya untuk mewujudkan toleransi dimulai dari dunia pendidikan. Penelitian ini sendiri menurutnya bertujuan untuk menemukan, menghasilkan dan mengembangkan model manajemen pendidikan toleransi untuk membentuk akhlak mulia yang dapat diterapkan di sekolah menengah.
Perubahan yang diharapkan dalam pengembangan model ini adalah perubahan pemikiran (kognitif), sikap (psikomotorik), dan budaya (culture) pada guru dan siswa. Dalam disertasi tersebut disebutkan bahwa, hasil penelitian menemukan bahwa saat ini model manajemen pendidikan toleransi yang berjalan masih sebatas nilai dalam pendidikan karakter saja dan masih terbatas pada muatan yang disisipkan dalam mata pelajaran, belum terstruktur dengan rapi dan masih belum terkelola dengan baik.
Selain itu, model manajemen pendidikan toleransi yang layak dan praktis untuk membentuk akhlak mulia di SMP adalah meliputi model manajemen pendidikan toleransi yang fokus pada tiga aspek, yaitu, pemahaman terhadap toleransi, sikap toleransi, budaya toleransi di sekolah. Toleransi sendiri sangat penting untuk disebarluaskan dan menjadi pemahaman bersama, dan alangkah lebih baik lagi jika masuk dalam pendidikan formal Terlepas dari pengaruh dan faktor non teologis, intoleransi terjadi karena toleransi yang otentik belum tertanam dalam budaya bangsa.
Baca Juga: Desainer Sutardi Ceritakan Bangun Farah Button dan STRD, Inspirasi Terjun ke Dunia Bisnis
Implementasi toleransi tidak hanya menjadi kebijakan saja, namun harus diimplementasikan pada lembaga pemerintah, organisasi dan tentu saja pendidikan yang dinilai memiliki peran dan fungsi lebih tepat. Mengajarkan toleransi adalah salah satu praktik terbaik yang membantu orang untuk hidup bersama dalam harmoni dan stabilitas. Mengajar toleransi perdamaian, hak asasi manusia, martabat, rasa hormat, kerjasama, pemahaman, penghargaan, dan nilai-nilai kemanusiaan telah menjadi salah satu kegiatan pendidikan dan pengajaran utama dari banyak sistem pendidikan.
Hanya saja, dalam penerapannya dalam sistem pendidikan, penerapan pendidikan toleransi tetap menghadapi berbagai tantangan. Di Antara tantangan dan hambatan tersebut seperti, ada tidaknya kemauan sekolah untuk menerapkan sistem tersebut, kemudian upaya untuk membentuk budaya toleransi di kalangan pelajar saat ini memang bukan hal yang mudah. “Sistem pendidikan kalau tidak memuat toleransi nanti siapa yang memberi pemahaman toleransi, sekolah masih relevan untuk menyebarkan pendidikan toleransi,” jelasnya.
Sidang promosi doktor bagi Diyah tersebut terasa istimewa karena turut dihadiri secara langsung oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir. Dalam kesempatan tersebut, Haedar Nashir mendukung adanya pondasi kuat di bidang pendidikan di Indonesia saat ini, terlebih hal tersebut sudah tertuang dalam undang-undang dasar, yakni tentang upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Baca Juga: Tak Beri Wejangan, Sultan Sampaikan Selamat untuk Prabowo-Gibran
Namun demikian, Haedar menegaskan bahwa dalam sebuah sistem pendidikan tentu diperlukan sistem terkait keimanan dan ketaqwaan, akhlak mulia, persatuan, demi membangun kepribadian bangsa Indonesia yang luar biasa. “Konteks persatuan juga penting, sehingga anak-anak Indonesia generasi milenial dan alpha hidup dalam kebersamaan,” tegasnya.(Hit)