kampus

FPELPT Terbitkan Buku Putih Kasus Prof EM, UGM Diharapkan Tinjau Ulang

Jumat, 16 Mei 2025 | 16:05 WIB
Prof Ana Nadya Abrar Mangkuto Rajo dan Mashuri Maschab SU (Foto Juvintarto/Istimewa)

KRJOGJA.com - YOGYA - Putusan pemecatan Guru Besar UGM Prof Dr apt Edy Meiyanto MSi (EM) sebaiknya ditinjau kembali oleh Rektor UGM. Pasalnya EM yang dituduh melakukan kekerasan seksual dalam kondisi shock. Bingung, di media dibilang akan dipecat. Namun, realitasnya sudah diberhentikan oleh UGM. Apalagi pemeriksaan oleh Satgas UGM dirasa kurang berimbang.

"Dalam keadaan tertekan EM berpikir untuk apa lagi dia ngomong. Sudah dipecat sebagai Dosen. Walau sebagai ASN EM masih aktif," papar anggota Forum Penegakan Etik Lintas Perguruan Tinggi (FPELPT) Prof Ana Nadya Abrar Mangkuto Rajo saat dikonfirmasi KRJogja.com, Jumat (16/5).

Profesor jurnalisme dari UGM ini menyebutkan FPELPT telah meluncurkan Buku Putih "Tinjauan Budaya Akademik.dan Yuridis terhadap Kasus EM" pada 30 April 2025. "Bukan bermaksud membela EM, FPELPT merasa punya tanggung jawab moral untuk mendudukkan perkara EM pada posisi yang tepat," jelasnya.

Baca Juga: UGM Pecat Prof EM Usai Kasus Kekerasan Seksual, Pendampingan Psikologis Korban Terus Dilakukan

Dikatakan idealnya informasi itu dari pelaku dan korban dengan jumlah seimbang karena merekalah yang terlibat dalam peristiwa itu. "Namun secara kultural, dalam berita pelecehan dan kekerasan seksual, yang dominan justru informasi dari penegak hukum dan Itu kurang tepat. Dalam kasus EM, yang mendominasi informasi itu UGM. Padahal yang terlibat adalah EM dan korbannya. EM malah gak ngomong sama sekali," ujarnya

Ana Nadya mengingatkan tujuan jurnalisme melayani kebenaran, bukan melayani satu kekuatan atau kelompok. "Jurnalisme harus memuliakan manusia. Memajukan kemanusiaan. Artinya, kesalahan manusia gak boleh membunuh kemanusiaannya. Silakan dia dihukum kalau terbukti melanggar aturan yang ada. Namun kasih dia kesempatan untuk membela diri. Ketika membela diri inilah sebenarnya dia mempertahankan kemanusiaan," tegasnya

Ana menjelaskan kalau ditanyakan mengapa opini orang malah langsung menghakimi pelaku, "Jawabannya sederhana karena gak ngerti fakta. Yang sampai ke dia narasi dari fakta. Narasi bisa diatur sesuai keinginan orang yg punya kepentingan. Jadi yang terjadi sekarang itu perang narasi. Faktanya jadi tersembunyi, celakanya, masyarakat sebagai penonton senang menikmati perang narasi," paparnya

Baca Juga: Mahasiswa UGM Beri Sentuhan Digital Pengembangan Wisata Kebonarum

Dari pertemuan Anggota FPELPT dengan Rektor UGM, FPELPT bermajinasi UGM akan meninjau ulang keputusannya memecat EM. "Tapi, ini hanya imajinasi kami saja. Kalau itu tidak terwujud, bukan mustahil FPELPT akan merekomendasikan EM menggugat UGM ke PTUN (atas pemecatan dosen-red). Saya pribadi berharap gugatan itu gak terjadi. Ngabisin waktu saja, banyak persoalan bangsa ini yg perlu dicari solusinya," jelas Ana.

Sementara anggota FPELPT Mashuri Maschab SU menyatakan penanganan kasus dugaan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi memerlukan kepekaan yang tinggi. Kasus Prof EM perlu dicermati. "Sebab pertaruhan utamanya bukan hanya pada perlindungan korban, tetapi juga pada tegaknya keadilan prosedural dan marwah institusi akademik," tegasnya

Dikatakan EM yang dituduh sebagai pelaku kekerasan seksual belum diperiksa secara berimbang oleh Satgas dari UGM namun sudah dijatuhi sanksi yang berat dengan pemecatan sebagai dosen. "Yang mengherankan sanksi berat pada Prof EM (pemecatan), sepertinya pimpinan UGM tidak melihat/mempertimbang sumbangsih Prof.EM bagi almamaternya dalam bidang pendidikan dan penelitian," ungkap Mashuri ketika dikonfirmasi KRJogja.com di kediamannya, Ngaglik Sleman.

Terlebih Prof EM infonya juga sering jadi pembimbing mahasiswa UGM dalam kompetisi/lomba-lomba penelitian/karya ilmiah atau kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya. "Di pengadilan, para hakim dalam pertimbangan putusannya juga biasa mengemukakan hal-hal yang meringankan maupun yg memberatkan terdakwa," tandas Mashuri.

Mashuri menyebutkan FPELPT melihat EM berada dalam tekanan saat pemeriksaan. Hanya diperiksa 1 jam oleh Satgas UGM dan itupun hanya boleh menjawab ya atau tidak, tanpa mendapat pemberitahuan hasil pemeriksaan, EM mendapat sanksi yang berat, "Padahal harus juga dibedakan antara pelecehan dan kekerasan seksual." ucap Mashuri.

Mashuri mengaku mengenal dekat EM ketika dirinya menjabat Takmir Masjid UGM 2017-2020, sementara EM adalah Sekretarisnya yang pembawaannya pendiam. "Dari korban yang disebutkan ada 13 mahasiswi ternyata yang diperiksa hanya 3 korban. Dan jika melihat pemberitaan yang detail di salah satu media, ada kemungkinan kasus ini yang harusnya masih dijaga kerahasiaannya dibocorkan dan membuat heboh masyarakat," ujar Mashuri yang pernah menjabat di Biro Kepegawaian Kemendiknas 2006-2011 dan banyak menangani masalah kepegawaian .

Halaman:

Tags

Terkini

Perlu 7 Pilar Fondasi Sistematik Kinerja Aset

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:20 WIB

Lagi, Dr Sihabul Millah Pimpin IIQ An Nur Yogyakarta

Sabtu, 20 Desember 2025 | 20:30 WIB

UMJ Perlu Melangkah ke Universitas Kelas Dunia

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:15 WIB