kampus

Kontroversi Ahmad Sahroni dan Senjata Api: Antara Regulasi, Privilese, dan Integritas Pejabat Publik

Rabu, 10 September 2025 | 15:40 WIB
Putri Nurhaliza Anugerah Setya, Safira Ayu Tri Ariyani, Himmaturrahmah, Wulandari Widodo, mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Kesimpulan

Kontroversi Ahmad Sahroni bukan sekadar perkara satu pucuk senjata laras panjang, melainkan potret rapuhnya regulasi dan pengawasan kepemilikan senjata api di Indonesia. Kasus kepemilikan senjata api laras panjang oleh Ahmad Sahroni memperlihatkan adanya persoalan serius dalam aspek pengawasan perizinan senjata api di Indonesia. Polri sebagai lembaga yang berwenang menerbitkan dan memperpanjang izin seharusnya menjalankan fungsi pengawasan yang ketat dan berkesinambungan. Namun, fakta bahwa izin kepemilikan senjata tersebut telah kadaluarsa sejak tahun 2019 hingga sekarang (sekitar 6 tahun lebih) tetapi tidak segera ditindaklanjuti menunjukkan adanya kelalaian administratif maupun kelemahan dalam sistem monitoring internal.

Kelalaian ini menimbulkan dua konsekuensi penting. Pertama, dari sisi hukum, kondisi tersebut membuka ruang pelanggaran terhadap regulasi kepemilikan senjata api yang seharusnya tunduk pada kontrol ketat negara. Kedua, dari sisi sosial, peristiwa ini menciptakan keresahan publik karena memperlihatkan ketidakadilan hukum: masyarakat sipil yang tidak memiliki akses atau kedekatan dengan kekuasaan akan lebih mudah dijerat hukum, sementara pejabat publik justru mendapatkan toleransi.

Dengan demikian, kasus ini tidak hanya menyoroti individu pemegang izin, tetapi juga menyingkap kelemahan institusional Polri dalam memastikan setiap izin kepemilikan senjata api diberikan kepada pihak yang tepat dengan persyaratan yang ketat sebagaimana yang diatur oleh aturan aturan yang berkenaan dengan kepemilikan dan pengawasan senjata api. Reformasi mekanisme pengawasan baik melalui sistem digitalisasi izin, audit rutin, maupun peningkatan transparansi sangat diperlukan agar peristiwa serupa tidak terulang.

Pada akhirnya, kasus Sahroni merupakan fenomena gunung es kekhawatiran Masyarakat terhadap hegemoni kekuasaan yang tidak mencerminkan Pancasila dan peraturan perundang-undangan yang tentunya mencederai rasa empati kepada Masyarakat dimasa sulit seperti saat ini. Wajar apabila banyak Masyarakat mempertanyakan issue klasik yang kerap muncul di masyarakat: Apakah hukum di Indonesia benar-benar berlaku setara bagi setiap individu tanpa melihat latar belakang ekonomi, jabatan maupun kedekatan dengan kekuasaan, ataukah masih menyisakan ruang istimewa bagi mereka yang memiliki kekuasaan dan privilese? (Putri Nurhaliza Anugerah Setya, Safira Ayu Tri Ariyani, Himmaturrahmah, Wulandari Widodo, mahasiswa Fakultas Hukum, UMY, magang di LBH Mahardika Yogyakarta)

 

 

Halaman:

Tags

Terkini

Perlu 7 Pilar Fondasi Sistematik Kinerja Aset

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:20 WIB

Lagi, Dr Sihabul Millah Pimpin IIQ An Nur Yogyakarta

Sabtu, 20 Desember 2025 | 20:30 WIB

UMJ Perlu Melangkah ke Universitas Kelas Dunia

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:15 WIB