WONOSOBO, KRJOGJA.com - Jumlah kasus anak dengan gangguan perlambatan tumbuh kembang yang lebih dikenal dengan istilah stunting di Kabupaten Wonosobo terus mengalami penurunan. Secara prosentase angka prevalensi stunting tahun ini turun menjadi 11,5%, jika dibanding prosentase stunting pada 2020 yang masih berada di posisi 27,17%.
"Penurunan prosentase stunting di Wonosobo yang kini berada di angka 11,5% tersebut, sesuai rentang target capaian yang ditetapkan pemerintah. Kami meminta seluruh pihak untuk tetap serius dalam upaya mencegah agar angka tersebut dapat terus menurun," tandas Bupati Wonosobo Afif Nurhidayat saat memimpin Rapat Koordinasi Pokja Advokasi Daerah tentang Penguatan Strategi Pencegahan dan Penanganan Stunting di Ruang Mangunkusumo Setda Wonosobo, Rabu (9/6/2021).
Dalam hal ini, lanjut Afif, Pemkab Womosobo berkomitmen untuk terus menekan jumlah anak pengidap stunting. Pihaknya akan turun langsung, khususnya di desa-desa lokus stunting. Ditargetkan, ke depan jumlah anak-anak yang mengalami perlambatan maupun gangguan pertumbuhan di kabupaten ini nantinya akan bisa berada di angka nol koma atau bahkan zero alias 0% bebas dari stunting.
Ditegaskan, bahwa prosentase stunting yang kini sudah berada di posisi 11,5%, berpotensi untuk terus ditekan dengan mengoptimalkan sinergi segenap elemen terkait, mulai dari pemerintah kabupaten, mitra strategis seperti TP PKK hingga kader-kader Kesehatan Desa, Duta Genre sampai Puskesmas. "Bahkan adanya faktor trans budaya, dimana sebagian warga masyarakat Wonosobo masih menggunakan pola pikir berdasar tradisi untuk menentukan waktu pernikahan anak tanpa menimbang usia, juga perlu menjadi pemikiran kita semua," tuturnya.
Terkait hal itu, lanjut Afif, Pemkab Wonosobo akan terus melalukan langkah-langkah konkret guna mencegah adanya pernikahan dini yang berpotensi akan memunculkan anak dilahirkan dengan kondisi stunting. Perlu diketahui adalah bahwa anak yang belum cukup umur memiliki potensi lebih tinggi menjadi penyebab anak lahir stunting, karena usia kandungan dinilai belum siap untuk reproduksi. Termasuk berkoordinasi dengan Pengadilan Agama Wonosobo agar tidak lagi menerbitkan Surat Dispensasi Nikah bagi anak di bawah umur.
Kepala BKKBN Jawa Tengah drg Widwiono memberikan apresiasi atas komitmen Bupati Wonosobo dan jajarannya untuk serius mencegah dan menangani stunting di daerah. Menurutnya, dengan adanya komitmen dari pimpinan Daerah, maka gerakan untuk pencegahan dan penanganan stunting akan lebih cepat dan tepat mencapai sasaran.
"Kabupaten Wonosobo dinilai sudah cukup bagus dalam upaya menekan jumlah anak pengidap stunting, sehingga kedepan tinggal meneruskan secara lebih intensif lagi," ungkapnya.
Dijelaskan, telah adanya pemetaan desa-desa yang menjadi lokus stunting, nantinya akan mempermudah sasaran prioritas dalam penanganannya. Termasuk di dalamnya bagaimana mengajak pemerintah desa terkait untuk turut berpartisipasi melalui anggaran desa.
Kepala Dinas PPKBP3A Kabupaten Wonosobo Dyah Afif, menyatakan pihaknya akan lebih serius dalam mengoptimalkan setiap potensi untuk menekan stunting di daerah. "Bahkan pada 2020 lalu, peran dan partisipasi desa untuk mencegah stunting melalui anggaran dana desa cukup besar, yaitu mencapai Rp 5,2 milyar dari 15 desa," terangnya.
Desa-Desa tersebut, meliputi Desa Surengede, Serang, Igirmranak, Sigedang, Tieng dan Tambi di Kecamatan Kejajar. Kemudian Desa Kapencar dan Pagerejo di Kecamatan Kertek. Desa Pulosaren, Ropoh, Kalipuru dan Rejosari di Kecamatan Kepil, Desa Kalialang di Kecamatan Kalibawang, Desa Slukatan di Kecamatan Mojotengah, serta Desa Tlogojati di Kecamatan Wonosobo.
Dengan adanya dukungan dari desa, serta keterlibatan mitra pemerintah seperti kader-kader TP PKK Desa dan Duta Genre, pihaknya mengaku lebih semangat dan optimis progress pencegahan stunting akan sesuai harapan semua pihak. (Art)