PURWOREJO (KRjogja.com) - Keberadaan pembatik tulis di Kabupaten Purworejo semakin langka karena upah yang dinilai rendah dan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) . Hanya segelintir perempuan yang kini masih menekuni dan melestarikan produk kebudayaan warisan leluhur itu.
"Faktor ekonomi menyebabkan batik tidak bisa jadi sandaran hidup," ujar Ngadiyem (65), pembatik tulis warga Dusun Kibon Desa Piji Kecamatan Bagelen, kepada KRjogja.com, Senin (13/02/2017).
Upah membatik hanya Rp 100 ribu perlembar kain. Nilai itu, diakui Ngadiyem, juga tidak bisa dipastikan karena upah tetap disesuaikan dengan kualitas garapan dan tingkat motif. Uang baru diperoleh setelah pembatik menyelesaikan pekerjaan mereka. "Selembar kain membutuhkan waktu 15 hari, paling lama tiga minggu. Kalau dihitung hari kerja, dalam sebulan kami terima Rp 200 ribu," ucapnya.
 Â
Menurutnya, adanya PHK juga dirasakan sejumlah pembatik di Piji dan Kemanukan. "Biasanya kalau sudah setor pekerjaan, pembatik diberi malam dan kain putih oleh juragan. Namun sebagian tidak membawa pulang, artinya tidak ada yang pesan, kalau saya selama ini  bisa dapat terus," terangnya. (Jas)