KRjogja.com-PURWOREJO-Sejumlah petani di tujuh desa di Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah mengeluhkan keringnya irigasi yang mengakibatkan mereka sulit bercocok tanam. Ironisnya kondisi itu sudah berlangsung selama 15 tahun.
"Kami hanya memiliki satu musim tanam saja setahun (saat musim hujan) karena tidak ada air di irigasi, kondisi itu jelas menghambat produksi pertanian, terutama saat musim kemarau," ucap Perwakilan Gabungan Petani Pemakai Air (GP3A) Loning Kragilan, Ismail, Senin (6/10/2025).
Menurutnya, kondisi tersebut disebabkan kerusakan infrastruktur irigasi, termasuk kerusakan sekunder irigasi hingga 85 persen. Kondisi itu diperparah dengan bendung pengambilan di pintu lama Kragilan yang sudah lama tidak berfungsi. "Air yang mengalir dari DI Loning seharusnya untuk satu Daerah Irigasi (DI) tetapi digunakan untuk dua DI sehingga tidak maksimal," ujarnya.
Dijelaskan, kerusakan dan masalah pengelolaan air ini secara keseluruhan berdampak pada 17 desa di Kragilan, dengan luas lahan mencapai 1.390 hektar. Rinciannya ada tujuh desa di Kecamatan Bayan setara 648 hektar, yang menjadi wilayah paling terdampak.
Belum lagi praktek pengambilan air secara ilegal atau membuat lubang-lubang air liar yang dibuat oleh oknum. Pemerintah daerah baru berencana untuk melakukan penutupan 50 titik pengambilan air ilegal di DI Kragilan. "Kami sangat berharap agar air dapat kembali mengalir ke hilir sehingga hasil pertanian mereka dapat meningkat, terutama di musim kemarau," jelasnya.
Ditegaskan, selama ini, petani hanya mampu melakukan satu kali musim tanam (MT) per tahun. Padahal, sudah ada saluran irigasi teknis, namun serasa seperti lahan tadah hujan. Sebab tidak air di saluran irigasi, membuat petani kesulitan mengelola lahan.
"Usulan perbaikan irigasi telah beberapa kali diajukan, termasuk melalui dinas terkait dan komisi irigasi provinsi. Tahun 2019, sempat ada rencana perbaikan, namun tertunda karena Covid-19. Tahun ini, terdapat kontrak perbaikan Loning Kragilan senilai Rp 3,5 miliar, namun perbaikan tersebut belum dapat dilakukan secara maksimal," tegasnya.
Terpisah, Anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah, Muhaimin mengatakan, persoalan irigasi itu tidak mudah. Banyak persoalan dan kompleks. Dirinya bahkan sudah menyempatkan diri turun melakukan peninjauan irigasi terkait debit air irigasi yang berkurang bahkan nyaris hilang saat musim kemarau.
"Permasalahan ini perlu diurai satu per satu. Saya kesini juga untuk melihat langsung lokasi, mengecek apa saja permasalahannya," ucapnya didampingi anggota DPRD Kabupaten Purworejo, Rudi Hartono.
Dipaparkan, berdasarkan hasil peninjauan, ditemukan beberapa permasalahan utama. Pertama, kondisi bangunan irigasi yang sudah rusak akibat usia. Kedua, ditemukan lubang-lubang ilegal yang dibuat oleh masyarakat, yang mengakibatkan debit air hilang sampai di hilir.
"Pertama bangunan irigasinya, salurannya remuk redam dan sudah berlangsung sekian tahun. Remuk redamnya karena usia. Kedua, ternyata ditemukan juga kemarin oleh teman-teman Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Probolinggo itu ada kurang lebih 120 lubang ilegal," paparnya.
Selain itu, sambungnya, terdapat perubahan sumber air untuk daerah irigasi Kradenan dan Loning. "Dulu, kedua daerah irigasi memiliki sumber air yang berbeda. Namun, karena berkurangnya debit air di Kali Jali, daerah irigasi Loning terpaksa berbagi air dari Desa Puspo. Pintu air Kradenan ini dulu mengairi DI Kradenan. Kemudian yang DI Loning diambilkan dari Desa Puspo," imbuhnya.
Terkait hal tersebut, dirinya menyoroti potensi pembangunan bendungan atau bendungan untuk mengatasi masalah irigasi. Ia menilai anggaran yang dibutuhkan tidak terlalu besar, kewenangan pembangunan berada di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah karena daerah irigasi Kradenan dan Loning mengairi sekitar 2.500 hektar areal pertanian.
"Kita lihat bangunan ini sebetulnya masih sangat mungkin untuk dibikin kan dam atau bendungan. Jane ya, ora larang-larang banget, tidak mahal-mahal banget budget-nya. Kalau mau pakai sistem tradisional, misalnya pakai bronjongan batu juga bisa," ujarnya.
Diungkapkan, jika merujuk informasi masyarakat, dimana ada beberapa area yang telah mengalami kekeringan hingga 15 tahun. Pihaknya akan segera berkomunikasi dengan pihak terkait untuk mencari solusi. "Informasi dari masyarakat bahkan ada yang sampai 15 tahun tidak mengalir, sampai di Desa Sambeng, sudah 15 tahun kekeringan," ungkapnya.
Ditandaskan, solusi yang direkomendasikan kepada PSDA Probolinggo segera membuat perencanaan, baik dalam jangka waktu satu tahun anggaran maupun multi-years. Ia juga telah berkomunikasi dengan Kepala Pekerjaan Umum Sumber Daya Air dan Penataan Ruang (Pusdataru) Jawa Tengah dan Kepala PSDA Probolinggo.
"Pertama bangunan irigasinya, salurannya remuk redam dan sudah berlangsung sekian tahun. Remuk redamnya karena usia. Kedua, ternyata ditemukan juga kemarin oleh teman-teman Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Probolinggo itu ada kurang lebih 120 lubang ilegal," paparnya.
Selain itu, sambungnya, terdapat perubahan sumber air untuk daerah irigasi Kradenan dan Loning. "Dulu, kedua daerah irigasi memiliki sumber air yang berbeda. Namun, karena berkurangnya debit air di Kali Jali, daerah irigasi Loning terpaksa berbagi air dari Desa Puspo. Pintu air Kradenan ini dulu mengairi DI Kradenan. Kemudian yang DI Loning diambilkan dari Desa Puspo," imbuhnya.
Terkait hal tersebut, dirinya menyoroti potensi pembangunan bendungan atau bendungan untuk mengatasi masalah irigasi. Ia menilai anggaran yang dibutuhkan tidak terlalu besar, kewenangan pembangunan berada di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah karena daerah irigasi Kradenan dan Loning mengairi sekitar 2.500 hektar areal pertanian.
"Kita lihat bangunan ini sebetulnya masih sangat mungkin untuk dibikin kan dam atau bendungan. Jane ya, ora larang-larang banget, tidak mahal-mahal banget budget-nya. Kalau mau pakai sistem tradisional, misalnya pakai bronjongan batu juga bisa," ujarnya.
Diungkapkan, jika merujuk informasi masyarakat, dimana ada beberapa area yang telah mengalami kekeringan hingga 15 tahun. Pihaknya akan segera berkomunikasi dengan pihak terkait untuk mencari solusi. "Informasi dari masyarakat bahkan ada yang sampai 15 tahun tidak mengalir, sampai di Desa Sambeng, sudah 15 tahun kekeringan," ungkapnya.
Ditandaskan, solusi yang direkomendasikan kepada PSDA Probolinggo segera membuat perencanaan, baik dalam jangka waktu satu tahun anggaran maupun multi-years. Ia juga telah berkomunikasi dengan Kepala Pekerjaan Umum Sumber Daya Air dan Penataan Ruang (Pusdataru) Jawa Tengah dan Kepala PSDA Probolinggo.
"Mereka sudah menyatakan kesiapannya untuk berkoordinasi dengan DPRD Provinsi Jawa Tengah. Yang terpenting, PSDA Probolinggo yang berkantor di Purworejo harus segera membuat perencanaan, syukur bisa 1 tahun anggaran, kalau tidak ya multiyears," tandasnya. <*-5>