PURWOREJO, KRJOGJA.com - Polemik dugaan permasalahan dalam pelaksanaan BOS Afirmasi tahun 2020, membuat resah puluhan kepala sekolah di Kabupaten Purworejo. Sebanyak 92 kepala SD penerima bantuan yang telah dimintai klarifikasi Kejaksaan Negeri (Kejari) Purworejo, mengadukan keresahan mereka kepada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Purworejo.
Pihak PGRI Kabupaten Purworejo pun tidak tinggal diam. Perangkat Organisasi (PO) Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) PGRI Kabupaten Purworejo melakukan pendampingan dan mengawal para kepala sekolah yang terdampak persoalan tersebut. "Akan kami kawal sampai tuntas. Kami butuh kepastian hukum, apakah persoalan itu merupakan human error atau sistem error, kami berharap banyak kepada kejaksaan," ungkap Ketua PO LKBH PGRI Kabupaten Purworejo Suherman MPd, menjawab pertanyaan KRJOGJA.com, Minggu (18/4) sore.
Suherman menjelaskan, banyak kepala sekolah mengalami ketakutan, bahkan ada yang stres akibat didatangi atau dipanggil pihak Kejari Purworejo untuk dimintai klarifikasi. Mereka sama sekali tidak menyangka pemanfaatan BOS Afirmasi dapat bermuara pada masalah hukum. "Apalagi sebagian besar adalah perempuan, ada yang mau purna tugas, ternyata masih harus berurusan dengan kejaksaan," tuturnya.
Ditambahkan, setelah pengumuman dari pemerintah pusat, sekolah penerima BOS Afirmasi biasanya didatangi rekanan yang tergabung dalam konsorsium. Rekanan menawarkan jasa pengadaan barang kepada sekolah. Pada BOS Afirmasi 2020, terdapat penawaran serupa dari PDAU Purworejo. "Awalnya dari pengakuan para kepala sekolah, mereka pilih rekanan daerah agar komplainnya dekat ketika ada masalah, kantornya juga jelas," ujarnya.
Polemik itu, katanya, dapat mengganggu proses pelayanan pendidikan kepada masyarakat. Sekolah dalam waktu dekat akan menghadapi kelulusan anak dan penerimaan siswa baru. Gejolak itu, lanjutnya, membuat guru takut apabila ditunjuk menjadi kepala sekolah. "Tidak ada polemik BOS Afirmasi saja sudah susah, sekarang jadi tambah susah menjaring guru jadi kepala sekolah," ucapnya.
Menurutnya, LKBH PGRI Purworejo wajib mendampingi puluhan kepala sekolah itu agar mereka mendapatkan haknya sebagai WNI di mata hukum. Upaya yang dilakukan LKBH antara lain menggali fakta yang lengkap dari para kepala sekolah penerima bantuan, dengan memberikan kuesioner. PGRI Purworejo juga mengumpulkan para kepala sekolah di lima kawedanan dalam rangka pendampingan itu.
Selain itu, LKBH PGRI Purworejo menggali informasi dari pihak Kejari Purworejo. "Informasinya sekarang masih penyelidikan, pemintaan keterangan dari para kepala sekolah masih sebatas klarifikasi dan belum masuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP)," terangnya.
Suherman meminta polemik tersebut diselesaikan hingga tuntas dan terungkap kebenarannya, karena ada banyak pihak yang terdampak. Ia menegaskan bahwa PGRI kabupaten telah berkomunikasi dengan LKBH PGRI Jawa Tengah. "Kami terus berkoordinasi dan LKBH PGRI provinsi hingga LKBH PGRI pusat siap mengawal persoalan ini hingga tuntas, agar jadi pembelajaran untuk semua. Kami juga mendapat dukungan dari berbagai kalangan di luar PGRI," tegasnya.(Jas)