Semangat itu harus dibangun karena menurutnya selama ini budaya yang santun terhadap sekitarnya sudah banyak ditinggalkan masyarakat. Ini bisa terjadi karena semua orang sekarang ini kecenderungannya memanfaatkan teknologi. Karena dengan kemajuan teknologi sekarang ini solidaritas maupun komunikasi seseorang secara langsung sudah berkurang.Â
“Kalau jaman dahulu teknologi belum berkembang, tidak ada smartphone dan sebagainya tentunya masih bisa berkomunikasi secara verbal.Sekarang banyak komunikasi yang dibangun oleh orang tua, oleh anak-anak atau lingkungannya melalui media sosial, yang tidak lagi verbal. Tentunya ini mengurangi kedekatan dan solidaritas maupun pemahaman ataupun kesetiakawanan terhadap sesamanya,†ujarnya.Â
Untuk itu di Hari Anak Nasional (HAN) 2019 dirinya juga meminta kepada pemerintah dengan jargon atau temanya yang disuguhkan kepada masyarakat harus konsisten. Dimana pada tema besar HAN kali ini adalah Menggugah peran Keluarga menjadi garda terdepan dalam Melindungi Anak agar menjadi anak yang Gembira. Dimana tema kecil itu kyakni Kita Anak Indonesia, kita Bergembira.Â
“Nyatanya anak kita belum bergembira, masih banyak anak kita yang air matanya perlu dihapus dan dibuat gembira. Mengapa? Karena kejahatan terhadap anak-anak termasuk penanaman paham radikalisme ataupun ujaran kebencian, persukusi, melibatkan anak dalam kepentingan orang-orang dewasa yang tidak berhubungan dengan anak itu juga merupakan suatu tindakan kekerasan. Itulah yang harus dilihat,†ucapnya.Â
Untuk itu dirinya mengajak setiap masyarakat untuk menanamkan HAN ini secara terus menerus di.lingkungannya “Jangan sekedar ceremony, tetapi harus konsisten untuk menanamkan Hari Anak Nasional itu di rumah atau lingkungan kita sendiri dan sebagainya. Karena hal itu merupakan tanggung jawab bersama,†katanya mengakhiri.(*)