JAKARTA, KRJOGJA.com – Tingginya angka perkawinan anak masih menjadi masalah di negeri ini. Data terkahir menunjukan Indonesia menduduki peringkat ke-7 di dunia dan ke-2 di ASEAN dengan angka tertinggi.
Selain memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM), perkawinan anak juga memengaruhi Indeks Kedalaman Kemiskinan.
Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Lenny Rosalin mengatakan, siapapun calon pengantinnya, baik salah satu, maupun kedua mempelai yang masih berusia anak, merupakan bentuk pelanggaran hak anak.
“Pelanggaran hak anak juga merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Karena bagaimanapun Perkawinan anak mengancam kegagalan Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan,†ujar Lenny, Minggu (18/11/2018).
Lenny menuturkan, dari segi pendidikan, pasti banyak anak yang putus sekolah karena sebagian besar anak yang menikah di bawah usia 18 tahun yang akhirnya tidak melanjutkan sekolahnya. Selain itu, perkawinan anak juga berdampak pada kesehatan ibu dan anak.
“Jika usia anak telah mengalami kehamilan, maka mempunyai resiko kesehatan yang lebih besar terhadap angka kematian ibu dan anak dibandingkan orang dewasa karena kondisi rahimnya rentan,†paparnya.
Sementara itu lanjut Lenny, dampak ekonominya adalah munculnya pekerja anak. Karena si anak tersebut harus bekerja untuk menafkahi keluarganya. Dia harus bekerja dengan ijazah, keterampilan, dan kemampuan yang rendah dan seadanya, sehingga mereka akan mendapatkan upah yang rendah juga,.
Sementara itu, Peneliti sekaligus dosen Universitas Paramadina Suraya mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan anak.