Antara lain ekonomi keluarga, utang keluarga yang dibebankan pada anak perempuan yang dianggap sebagai aset, pendidikan rendah, pendapatan rendah, interpretasi agama dan keluarga, serta stereotip pada anak perempuan. Fenomena lainnya yang menyebabkan tingginya angka perkawinan anak adalah tingginya tingkat kehamilan di kalangan perempuan muda.
Berbagai upaya dan strategi perubahan telah dilakukan KemenPPPA sejak 2010. Salah satu strategi yang dilakukan oleh KemenPPPA bersama The United Nations Population Fund (UNFPA) adalah melakukan pendokumentasian praktik terbaik terkait pencegahan perkawinan anak di 5 kabupaten di Indonesia, yakni Rembang, Gunung Kidul, Lombok Utara, Maros, dan Pamekasan.
Kelima kabupaten tersebut terpilih karena berbagai alasan, di antaranya mampu menekan masalah perkawinanan anak.
Hasil pendokumentasian memperlihatkan bahwa 5 daerah tersebut memiliki komitmen yang tinggi dalam mencegah pernikahan dini, mulai dari tingkat pemerintah daerah hingga masyarakatnya.
Kabupaten Rembang juga telah mengambil langkah koordinasi PUSPAGA dan Pengadilan Agama dalam upaya pencegahan perkawinan anak di daerahnya.
Terobosan yang sangat baik juga dilakukan oleh Kabupaten Pamekasan sebagai daerah religius dengan jumlah pesantren yang cukup banyak. Tokoh agama ikut menjadi aktor penting dalam upaya pencegahan perkawinan anak.
Beberapa pesantren juga menambah satu tahun masa pembelajaran untuk menyelesaikan kitab yang berisi tentang pembelajaran keluarga. Sedangkan Kabupaten Maros terus berusaha mendorong kebijakan daerah terhadap perlindungan anak.(*)