“Inklusi keuangan adalah ketersediaan akses pada berbagai lembaga, produk, dan layanan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Harapannya agar masyarakat semakin memahami informasi tentang menyimpan uang di bank,” kata Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Lana Soelistianingsih kepada wartawan setelah menjadi pembicara pada Acara Inklusi dan Literasi Keuangan 2023 di Pendopo Parasamya Kabupaten Bantul, Jumat (12/5/2023).
Ditandaskan Lana, transaksi sekarang ini semakin simpel dan mudah. Ada QRIS yang bisa dimanfaatkan masyarakat. Menggunakan QRIS untuk transaksi adalah pilihan tepat. Selain aman, juga menguntungkan bagi nasabah.
Dengan realita yang ada inklusi keuangan kepada masyarakat, khususnya para pelaku UMKM, harus dioptimalkan. Harus diyakini, OJK, BI dan LPS merupakan institusi yang menjaga stabilitas keuangan negara. Sinergitas tiga lembaga ini harus ditingkatkan. Perannya saling melengkapi.
“Masyarakat mengetahui kalau dana simpanan dijamin LPS. Tapi kalau uang tabungan yang dijamin sampai Rp 2 miliar, belum banyak,” ujar Lana.
Baca Juga: Usai Inspeksi FIFA, Jumlah CCTV di Stadion Manahan Bakal Ditambah
Belajar dari minimnya literasi keuangan dan inklusi keuangan di tengah masyarakat, LPS terus mensosialisasikan peran dan fungsinya, terutama mengenai kewenangan baru yang akan diemban oleh LPS terkait telah disahkannya Undang Undang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (UU P2SK). Terkini, LPS menggandeng insan media se-wilayah Joglosemar (Jogjakarta, Solo dan Semarang) untuk melaksanakan hal tersebut.
“Sosialisasi ini terutama terkait dengan perubahan utama pengaturan terkait LPS sebagaimana yang tercantum di dalam UU P2SK, di antaranya terkait Penjaminan dan Resolusi Bank, Kelembagaan dan Perluasan Wewenang, Program Penjaminan Polis dan Penempatan Dana,” ujar Plt. Kepala Kantor Persiapan Penyelenggaraan Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) dan Hubungan Kelembagaan, Hermawan Wibowo saat membuka acara LPS Media Gathering 2023, di Yogya, Jumat (4/8/2023).
Terkait penjaminan dan resolusi bank sesuai amanat UU P2SK, dia memaparkan, bahwasanya LPS dilengkapi dengan sejumlah instrumen resolusi bank. Di antaranya mekanisme Likuidasi atau metode resolusi dengan cara menjual aset-aset milik Bank Dalam Resolusi (BDR) guna menyelesaikan kewajiban-kewajiban yang dimiliki oleh bank. Lalu, Penyertaan Modal Sementara (PMS) atau memberikan tambahan modal kepada BDR dengan tujuan untuk diselamatkan.
Kemudian, Purchase and Assumption atau mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan atau kewajiban BDR kepada bank penerima. Dan terakhir, opsi pengalihan sementara melalui metode Bridge Bank atau mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan atau kewajiban BDR kepada Bank Perantara atau bank yang didirikan oleh LPS.
“Berbagai metode tersebut adalah metode yang dipilih LPS, untuk melakukan penanganan atau penyelesaian permasalahan bank yang tidak dapat disehatkan oleh otoritas terkait dan diserahkan kepada LPS,” ujarnya.
Adapun, sejak LPS beroperasi tahun 2005 hingga kini, LPS telah membayar klaim penjaminan 118 BPR/BPRS dan 1 Bank Umum. Selain itu, LPS juga telah meresolusi 1 bank umum dengan metode Penempatan Modal Sementara (PMS) dan telah di divestasi kepada investor di tahun 2014. Nilai klaim penjaminan yang dibayarkan sejak LPS beroperasi tahun 2005 hingga kini sebanyak 1,75 triliun (simpanan layak bayar).
Selanjutnya, Ahli Kantor Persiapan PRP dan Hubungan Kelembagaan LPS, Jarot Mahendro menambahkan perihal industri keuangan apa saja yang dijamin oleh LPS, selain industri perbankan dan industri asuransi sebagaimana yang tercantum di dalam UU P2SK. Semisal apakah Industri Keuangan Non Bank (IKNB) seperti koperasi dijamin oleh LPS.
“Diskusi mengenai penjaminan koperasi sudah dikemukakan sebelumnya, namun sampai saat ini belum ada ketentuan hukum yang mengatur hal tersebut,” jelasnya.
Sekretaris Lembaga LPS Dimas Yuliharto juga menjelaskan mengenai tantangan di sektor keuangan saat ini, antara lain, rendahnya literasi keuangan dan ketimpangan akses ke jasa keuangan yang dapat dijangkau seluruh lapisan masyarakat, terlebih di tengah disrupsi teknologi yang semakin masif.
“Maka diperlukan upaya terus menerus untuk meningkatkan literasi dan akses ke jasa keuangan, oleh karenanya kami sangat mengapresiasi insan media yang terus mendukung untuk meningkatkan literasi keuangan di masyarakat,” ujarnya.