keuangan

Sidang Panas Komisi XI Jadi Adem: Menkeu Purbaya yang Kocak Beberkan Kesalahan Ekonomi dan Janjikan Perubahan

Kamis, 11 September 2025 | 06:05 WIB
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (Foto Capture TV Parlemen)

Di era 1997–1998, Bank Indonesia menaikkan suku bunga hingga 60 persen demi mempertahankan rupiah. Namun di saat yang sama, jumlah uang primer atau base money justru tumbuh 100 persen. “Kebijakannya kacau balau. Bunga tinggi menghancurkan sektor riil, sementara uang yang berlebih dipakai untuk menyerang rupiah,” papar Purbaya.

Baca Juga: Purbaya Jalankan Perekonomian Lebih Cepat

Sebaliknya, di krisis global 2008, ia bersama tim ekonomi berani mengambil langkah berbeda. Pemerintah kala itu justru memperluas belanja fiskal, sementara BI menurunkan bunga meski rupiah melemah. “Kuncinya likuiditas harus dijaga, jangan dicekik,” tegasnya.

Namun, pelajaran itu seolah terlupakan ketika pandemi 2020 datang. Purbaya menyebut base money justru minus 15,3 persen pada Maret 2020, meski bunga diturunkan. Akibatnya, ekonomi jatuh lebih dalam, bank-bank nyaris kolaps, dan masyarakat merasakan tekanan berat. “Ini salah kebijakan lagi. Ekonomi dicekik di saat paling butuh oksigen,” kritiknya.

Baca Juga: Bupati Bantul Terbitkan Surat Edaran Tentang Gerakan Pilah Sampah dari Rumah

Dari pengalaman tiga krisis itu, Purbaya menyimpulkan satu hal penting: Indonesia terlalu sering mengulangi kesalahan yang sama. “Kita cepat lupa. Seperti ada siklus tujuh tahunan. Ekonomi naik, lalu turun lagi karena salah kebijakan,” ujarnya.

Kritik Tajam atas Salah Kelola Kebijakan

Purbaya tidak ragu menyebut bahwa perlambatan ekonomi Indonesia 2024 bukan hanya karena faktor global, tetapi juga akibat kesalahan dalam negeri. Menurutnya, baik pemerintah maupun bank sentral sama-sama terlalu ketat mengendalikan likuiditas.

“Uang negara ada di Bank Indonesia ratusan triliun, tapi tidak dibelanjakan. Bank sentral menyerap terlalu banyak dana. Akhirnya sistem jadi kering,” tegasnya. Kondisi itu, kata dia, berdampak langsung pada masyarakat. Usaha sulit berkembang, lapangan kerja menyusut, dan keresahan sosial pun muncul.

Ia menilai Komisi XI DPR RI juga kecolongan. “Pertanyaannya, berapa ratus kali Komisi XI rapat dengan Menteri Keuangan dalam setahun? Kenapa masalah ini tidak pernah dipertanyakan? Baru sekarang ramai-ramai disorot,” sindirnya.

Menurut Purbaya, lemahnya penyerapan anggaran menjadi salah satu biang keladi. Dana hasil pajak terkumpul, tapi tidak segera dibelanjakan untuk proyek atau kebutuhan publik. “Kalau uang pemerintah hanya ditaruh di BI, dosanya dua: tidak membangun ekonomi, dan sekaligus membuat sistem keuangan kering,” katanya.

Kritik tajam ini membuat suasana sidang sempat hening. Namun Purbaya melanjutkan dengan menawarkan solusi, yang ia sebut sebagai quick win untuk menghidupkan kembali dua mesin utama ekonomi: fiskal dan moneter.

Quick Win: Hidupkan Mesin Fiskal dan Moneter

Purbaya menyebut langkah pertama yang ia lakukan adalah mengucurkan kembali dana pemerintah dari Bank Indonesia ke sistem perbankan. Dari Rp425 triliun dana pemerintah yang tersimpan di BI, sebagian sudah mulai dialirkan ke bank-bank pelat merah agar bisa dipinjamkan ke sektor riil.

“Saya sudah lapor ke Presiden. Dana Rp200 triliun sudah mulai kita turunkan ke sistem, dan saya minta BI jangan serap lagi. Biar uang itu beredar untuk mendorong ekonomi,” tegasnya.

Halaman:

Tags

Terkini

Realisasi APBN Hingga November 2025 Tetap Terjaga

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:15 WIB

BMM Salurkan Bantuan untuk Penyintas Bencana di Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:20 WIB

Layanan Dan Jaringan CIMB Niaga Pada Nataru Ready

Sabtu, 13 Desember 2025 | 18:55 WIB

Mau Spin Off, CIMB Niaga Siapkan Tiga Tahapan Ini

Jumat, 12 Desember 2025 | 07:38 WIB

F30 Strategi Bisnis Baru CIMB Niaga

Kamis, 11 Desember 2025 | 18:52 WIB

Hingga 2025, Ada 146 Bank Telah DIlikuidasi LPS

Sabtu, 6 Desember 2025 | 18:00 WIB

Penyaluran BLT Kesra Sudah Mencapai 75 Persen

Jumat, 5 Desember 2025 | 19:05 WIB