SUKOHARJO, KRJOGJA.com - Serikat buruh di Sukoharjo menerima keputusan penetapan Gubernur Jawa Tengah terkait besaran upah minimum kabupaten (UMK) tahun 2020 sebesar Rp 1.938.000. Meski begitu, buruh memberikan satu syarat perubahan penentuan besaran UMK Tahun 2021 mendatang dengan meminta menggunakan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan menolak Peratuan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Tuntutan diajukan karena buruh melihat selama ini penerapan dasar inflasi sangat merugikan dibandingkan survei kebutuhan hidup layak (KHL).
Ketua Forum Peduli Buruh (FPB) Sukoharjo Sukarno, Kamis (21/11/2019) mengatakan, sejumlah serikat buruh atau serikat pekerja dibawah FPB Sukoharjo sudah mengetahui adanya keputusan penetapan Gubernur Jawa Tengah terkait besaran UMK Tahun 2020 pada Rabu (20/11/2019) malam. Buruh langsung melakukan koordinasi dengan hasil disepakati bisa menerima upah yang akan diterima tahun depan. Koordinasi dilakukan dengan melibatkan perwakilan masing masing pengurus serikat buruh.
Sikap serikat buruh menerima keputusan gubernur didasari atas penetapan UMK yang sudah sesuai dengan angka usulan ditingkat kabupaten. Sebab sebelum ditetapkan gubernur, Pemkab Sukoharjo sesuai hasil pertemuan bersama dengan dewan pengupahan mengajukan angka usulan UMK Tahun 2020 sebesar Rp 1.938.000.
“Angka usulan yang diajukan itu akhirnya ditetapkan gubernur dan serikat buruh di Sukoharjo bisa menerima keputusan tersebut,†ujarnya.
Besaran UMK Tahun 2020 yang sudah ditetapkan gubernur diharapkan FPB Sukoharjo bisa ditaati semua pihak. Tidak hanya buruh saja namun juga pengusaha. Apabila nanti ada temuan pelanggaran maka serikat buruh meminta kepada Pemkab Sukoharjo melakukan penindakan tegas dengan menjatuhkan sanksi.
“Kami menerima, tapi kami juga mengajukan syarat perubahan teknis penentuan UMK Tahun 2021 mendatang,†lanjutnya.
Syarat yang diajukan FPB Sukoharjo yakni berkaitan dengan penggunaan aturan sebagai dasar penentuan UMK. Sebab buruh meminta menggunakan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan menolak Peratuan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Tuntutan diajukan karena buruh melihat selama ini penerapan dasar inflasi sangat merugikan dibandingkan survei kebutuhan hidup layak (KHL).
“Penentuan UMK Tahun 2020 ini masih memakai dasar PP 78. Kami menerima sekarang tapi menolak diterapkan tahun 2021 mendatang. Tahun depan harus ada perubahan dengan mengacu KHL,†lanjutnya.