Suraji menjelaskan, proses sejak awal sudah dilaksanakan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Sukoharjo dengan melibatkan BPN dan instansi lain. Kegiatan yang sudah dilaksanakan yakni sosialisasi dan musyawarah bersama warga untuk menentukan bentuk ganti rugi. Artinya dalam musyawarah tersebut ditentukan mengenai bentuk ganti rugi yang akan diberikan pemerintah kepada warga terdampak. Apakah tanah yang dimiliki warga akan diganti dengan tanah atau uang.Â
Hasil musyawarah telah memutuskan bentuk ganti rugi dari pemerintah kepada warga berupa uang. Nilai angka untuk pengadaan tanah ditentukan oleh BPN Sukoharjo bersama tim appraisal memutuskan sebesar Rp 250 ribu - Rp 300 ribu permeter persegi. Nilai harga tersebut mendapat penolakan dari warga karena dianggap terlalu rendah dan minta dinaikan menjadi Rp 600 ribu permeter persegi. Penolakan warga dilakukan dengan mengajukan gugatan ke PN Sukoharjo.
Suraji menegaskan, dalam musyawarah dengan warga tidak disebutkan untuk membahas besaran nilai harga tanah. Sebab penentuan nilai harga menjadi kewenangan BPN Sukoharjo. "Berbeda dengan pengadaan tanah sistem sederhana dimana pada sistem ini ada musyawarah penentuan nilai harga tanah," ujarnya.
Pengadaan tanah dengan sistem sederhana adalah pemilik tanah sedikit dan tidak massal, bisa dilakukan musyawarah. Namun apabila jumlah massal maka penentu harga di tim appraisal. Pada pembangunan proyek peningkatan ruas jalan Sugihan - Paluhombo, Kecamatan Bendosari ini jumlahnya massal karena melibatkan sekitar 400 bidang tanah karena itu penentu harga diserahkan ke BPN dan tim appraisal.(Mam)