Sistem Kerja Merugikan, Buruh Sukoharjo Minta Penghapusan Outsourching Dipercepat

Photo Author
- Minggu, 4 Mei 2025 | 12:40 WIB
Ilustrasi buruh (Pixabay)
Ilustrasi buruh (Pixabay)

"Dibeberapa perusahaan apalagi disejumlah daerah sekarang sedang ramai PHK massal. Ini yang kami antisipasi apabila buruh terkena PHK maka akan jelas hak yang diterima bila sudah menjadi pekerja tetap," lanjutnya.

Tambahan jumlah pekerja ini di satu sisi membuat FPB Sukoharjo lega. Tapi disisi lain juga khawatir apabila, buruh hanya mendapat status kontrak saja.

"Dalam rentang beberapa bulan saja kontrak dan kemudian jadi pekerja tetap itu tidak masalah. Tapi apabila itu terus kontrak dan buruh diberhentikan sepihak itu jelas masalah besar," lanjutnya.

Sukarno menjelaskan, buruh selama ini sering menjadi pihak yang lemah dan dikorbankan karena tidak adanya aturan memihak. Aturan yang ada sekarang justru lebih memihak kepada pengusaha dan penguasa.

"Tuntutan buruh agar lebih sejahtera dan terjamin dimulai dengan meminta perbaikan aturan yang lebih memihak buruh. Tuntutan kami ajukan baik kepada pemerintahan sekarang," lanjutnya.

Aturan yang diminta buruh untuk segera diperbaiki yakni Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Kedua aturan tersebut sejak pertama kali ditetapkan pemerintah sudah ditolak buruh.

"Sejak awal buruh sudah menolak dan kalau aturan itu diminta dihapus sepertinya sulit. Jadi buruh meminta untuk diperbaiki saja agar lebih memihak buruh," lanjutnya.

FPB Sukoharjo yang berisi sejumlah serikat pekerja di Kabupaten Sukoharjo satu suara menolak dengan keras keberadaan Undang-Undang Cipta Kerja dan Perpu Cipta Kerja. Sebab keberadaan Undang-Undang Cipta Kerja yang diganti menjadi Perpu Cipta Kerja tetap tidak memihak buruh dan sangat merugikan.

FPB Sukoharjo sejak awal ditegaskan Sukarno sudah menyuarakan penolakan keberadaan Undang-Undang Cipta Kerja karena merugikan buruh. Harapannya Undang-Undang Cipta Kerja bisa dicabut. Namun yang terjadi justru muncul aturan pengganti yang pada intinya masih sama merugikan buruh.

Sukarno mencontohkan kerugian buruh seperti terkait uang pensiun dan status pekerja atau buruh kontrak. "Kalau buruh atau pekerja itu statusnya kontrak maka akan seterusnya kontrak. Jelas ini merugikan buruh. Harusnya bisa diangkat menjadi buruh atau pekerja tetap," lanjutnya.

Sukarno, mengatakan, ada banyak aturan yang sangat merugikan buruh seperti Undang-Undang Cipta Kerja atau omnibus law dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 dimana upah buruh tidak lagi berpedoman pada pencapaian kebutuhan hidup layak (KHL).

Aturan memberatkan tersebut sangat terasa sekali dampaknya bagi buruh. Hal itu seperti terlihat banyak buruh terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), upah kecil hingga buruh tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup.

Besarnya beban hidup serta upah murah dikhawatirkan FPB Sukoharjo bisa menambah angka kemiskinan. Hal ini disebabkan karena buruh sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari untuk keluarga.

FPB Sukoharjo juga mengkhawatirkan terjadinya PHK massal. Sebab kondisi sekarang juga dialami pelaku usaha dimana mendapat beban tinggi. (Mam)

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

PUDAM Boyolali Rilis Aplikasi Tirta Amperaku

Minggu, 21 Desember 2025 | 12:10 WIB

Pemkab Klaten Siaga Antisipasi Bencana Saat Nataru

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

Gudang Oli di Tanjunganom Grogol Terbakar

Senin, 15 Desember 2025 | 21:50 WIB

Ratusan Pelari Ramaikan Run To Geopark Klaten

Senin, 15 Desember 2025 | 10:20 WIB

Petugas Gabungan Gelar Apel Jelang Libur Nataru.

Kamis, 11 Desember 2025 | 22:05 WIB

Bripka Eriqo Terima Penghargaan dari PBB

Rabu, 10 Desember 2025 | 13:35 WIB
X