DITENGAH persaingan produk roti yang makin banyak dan beragam, Roti Kolmbeng tetap mampu bertahan. Roti yang cara membuatnya dengan 'oven tradisional' ini tetap mendapat tempat dari para pencinta kuliner tradisional.
Sutikno (41) pemilik usaha Roti Kolmbeng mengaku masih mempertahankan usaha turun temurun keluarganya. Ia memulai usaha tahun 2006, namun ayahnya sudah sejak sekitar 1998. "Kami masih punya pelanggan setia," katanya di Pedukuhan Diran Desa Sidorejo Kecamatan Lendah.
Menurutnya saat ini usaha memang sedang sepi, tapi ia tetap menjalankan usahanya. Kalau dulu ada orang punya hajatan akan banyak pesanan, sekarang tidak bisa diharapkan.
"Biasanya dalam sehari kami membuat 1.000 biji Kolmbeng. Roti tersebut selanjutnya dibungkus dengan isi 10 biji dihargai Rp 8.500 didistribusikan wilayah Sleman dan lainnya," urainya.
Membuat Roti Kolmbeng adonannya gampang, hanya gandum sedikit, telur, pengembang, tapioka dan gula. "Tidak ada bahan pengawet, boleh dicek di laboratorium. Kolmbeng bisa tahan beberapa hari, apalagi kalau dimasukkan kulkas," kata Sutikno yang sudah mengantongi izin Depkes.
Camat Lendah Drs Sumiran mengakui, sebenarnya Roti Kolmbeng saat ini masih diminati, hanya karena persaingan makin ketat, apalagi adanya bakpia menjadi pesaing juga. Kedepan diharapkan home industry seperti Kolmbeng bisa berkembang.
"Di Diran ini usaha kolmbeng ada tiga titik, dan diharapkan semua melengkapi izinnya bagi yang belum, seperti izin dari Depkes ataupun Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT)," ujar Sumiran. (Wid)