TEMON (KRJogja.com) - Masyarakat Pedukuhan Kaligayam, Kebondalem dan Polodadi Desa Kulur Kecamatan Temon mengaku saat ini mereka tidak lagi mengalami kesulitan berinteraksi antarsesama warga maupun beribadah di masjid. Lantaran sudah dibangun jembatan penghubung tiga wilayah pedukuhan tersebut.
"Warga tiga pedukuhan sangat bersyukur dan menyampaikan terima kasih kepada Pemkab telah memberi bantuan dana gotong royong pembangunan infrastruktur jembatan. Sejak jembatan di atas Sungai Nagung dengan bentangan mencapai 30-an meter kami bangun secara swadaya dengan semangat gotong royong, setiap saat warga bisa berinteraksi membangun komunikasi sosial sekaligus meningkatkan ibadah di Masjid Al Muqorrboin yang ada di seberang sungai atau Pedukuhan Kebondalem," kata Dukuh Kaligayam Suroso (41), Minggu (13/10).
Sebelum ada jembatan, tiga pedukuhan tersebut dipisahkan Sungai Nagung. Dalam kondisi itu warga kesulitan berinteraksi termasuk membawa keluar hasil pertanian dan beribadah di masjid. "Selama ini warga harus berputar agar bisa keluar dan masuk wilayah. Dengan adanya jembatan jarak tempuh lebih dekat sekaligus akses jadi lancar," terangnya.
Jembatan dibangun dengan dana bantuan gotong royong dari Pemkab sebanyak Rp 75 juta. Jika dihitung, anggaran tersebut sesungguhnya tidak cukup untuk membangun infrastruktur jembatan. Apalagi harga material bangunan saat ini cukup mahal. Dari hitung-hitungan panitia pembangunan jembatan, nilai dana yang diperlukan agar infrastruktur tersebut bisa dibangun minimal Rp 90 juta. "Berkat kesadaran warga tiga pedukuhan berswadaya tenaga, konsumsi maupun material kayu sebagai lantai jembatan, akhirnya jembatan besi yang selama ini kami idam-idamkan terwujud juga. Selama ini tidak jarang warga yang enggan menempuh jalan memutar memilih menyebarang sungai dengan berjalan kaki," katanya.
Menanggapi tingginya animo masyarakat berswadaya membangun infrastuktur, pengusaha asli Kulonprogo sedang menempuh pendidikan Doktor Kajian Budaya dan Media UGM Fidelis Indriyanto mengatakan, gotong royong potensial dijadikan ikon Keistimewaan DIY selain kebudayaan, kebhinekaan dan pendidikan. "Gotong royong perlu terus dikaji guna meningkatkan efektivitasnya. Dari segi ekonomis mungkin bayar tukang lebih murah, tapi secara sosiologis kebersamaan dan budaya srawung orang DIY sangat perlu dipertahankan,†ujarnya.
Dukuh Polodadi Suratno dan Dukuh Kebondalem Bambang mengatakan, keberadaan jembatan sangat vital sebagai akses kegiatan kemasyarakatan, membangun komunikasi sosial, kelancaran roda perekonomian maupun pendidikan dan kesehatan serta untuk kepentingan ibadah warga tiga pedukuhan. "Proses awal pembangunan, warga menyampaikan aspirasi dan ditindaklanjuti pamong tiga pedukuhan yang secara intensif mengadakan pertemuan dengan fasilitator Pemdes Kulur," katanya menambahkan jembatan dirancang dan dikerjakan panitia bersama warga. (Rul)